Senin, 31 Mei 2010

Tuhanku,
Masih terbayang dalam benak ini,
Saat pertama belajar mencintai-Mu,
Lembar demi lembar kitab kupelajari,
Untai demi untai kata para ustaz kuresapi,
Tentang cinta para nabi,
Tentang kasih para sahabat,
Tentang mahabbah para sufi,
Tentang kerinduan para syuhada,
Lalu kutanamkan di jiwa dalam-dalam,
Kutumbuhkan dalam mimpi-mimpi,
Dan idealisme yang mengawang di awan…

Tapi Ya Allah,
Berbilang detik, menit, jam, hari dan bulan,
Dan kemudian tahun berlalu…
Aku berusaha mencintai-Mu,
Dengan cinta yang paling utama, tapi…
Masih juga tak kutemukan cinta tertinggi untukMu,
Malah makin terasa gelisahku membadai,
Dalam cinta yang mengawang,
Sedang kakiku mengambang, tiada menjejak bumi,
Hingga aku terhempas dalam jurang kenistaan,
Dan kegelapan…

Wahai Ilahi Robbii,
Kemudian berbilang detik, menit, jam, hari serta bulan,
Dan kemudian tahun berlalu…
Ku coba merangkak lagi, menggapai permukaan bumi,
Dan menegakkan jiwaku kembali,
Menatap, memohon dan menghiba-Mu…

Ya Rahmaanu, Ya rahiim,
Perkenankanlah aku mencintaiMu,
Semampuku…

Ya Maliku, Ya Qudduus,
Perkenankanlah aku mencintai-Mu,
Sebisaku,
Dengan segala kelemahanku…

Ya Salaamu, Ya Mu’minu,
Aku tak sanggup mencintai-Mu,
Dengan kesabaran menanggung derita,
Umpama Nabi Ayyub, Daud, Musa hingga Isa,
Kerana itu izinkan aku mencintai-Mu,
Melalui keluh kesah pengaduanku pada-Mu,
Atas derita batin dan jasadku,
Atas sakit dan ketakutanku…

Ya Muhaiminu, Ya Aziiz,
Aku tak sanggup mencintai-Mu,
Seperti Abu Bakar Asshidiq,
Yang menyedekahkan seluruh harta,
Dan hanya meninggalkan Engkau dan Rasul-Mu,
Bagi diri dan keluarganya…

Izinkan aku mencintaiMu,
Melalui seringgit-dua yang terulur,
Pada tangan-tangan kecil di perempatan jalan,
Pada wanita-wanita tua yang menadahkan tangan,
Pada makanan–makanan sederhana,
Yang terkirim ke handai taulan…

Ya Jabbaaru, Ya Khaaliq,
Aku tak sanggup mencintaiMu,
Dengan khusyuknya sholat seorang shahabat Nabi-Mu,
Hingga tiada terasa panah musuh menujah kakinya,
Kerana itu Ya Allah,
Perkenankanlah aku tertatih menggapai cinta-Mu,
Dalam sholat yang coba kudirikan terbata-bata,
Meski ingatan kadang masih melayang,
Ke berbagai permasalahan dunia…

Ya Ghoffaaru, Ya Wahhaab,
Tak sanggup kuberibadah ala para sufi-Mu,
Yang membaktikan seluruh malamnya,
Untuk bercinta dengan-Mu,
Maka izinkanlah aku untuk mencintai-Mu,
Dalam satu dua raka’at lailku,
Dalam desah nafas kepasrahan tidurku…

Yaa Razzaqu, Ya Fattah,
Aku tak sanggup mencintai-Mu,
Bagai para al hafidz dan hafidzah,
Yang menuntaskan kalam-Mu dalam semalam,
Perkenankanlah aku mencintai-Mu,
Melalui selembar dua lembar tilawah harianku,
Lewat lantunan seayat dua ayat hafalanku…

Ya ‘Aliimu, Ya Baasith
Aku tak sanggup mencintai-Mu,
Semisal Khalid bin Walid,
Yang mempersembahkan jiwa demi tegaknya Dien-Mu,
Seperti para syuhada yang menjual dirinya,
Dalam jihadnya bagi-Mu,

Maka perkenankanlah aku mencintai-Mu,
Dengan mempersembahkan sedikit bakti,
Dan pengorbanan untuk dakwah-Mu,
Maka izinkanlah aku mencintai-Mu,
Dengan sedikit pengajaran,
Bagi tumbuhnya generasi baru…

Ya Raafi’u, Ya Mu’izz,
Aku tak sanggup mencintai-Mu,
Di atas segalanya, bagai Ibrahim,
Yang rela tinggalkan putra dan zaujahnya,
Yang patuh mengorbankan pemuda permata hatinya,
Maka izinkanlah aku mencintai-Mu,
Semampuku…

Ya Samii’u, Ya Bashiir,
Perkenankanlah aku mencintai-Mu semampuku,
Agar cinta itu mengalun dalam jiwa,
Agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku,

Ya Lathiifu, Ya Haliim,
Bukalah hatiku tuk mencintai-MU,
Alihkan cintaku yang besar dari makhluk-MU,
Menuju cinta untuk-MU…
Amiiin, Ya Robbal ‘alamin.

Aku yang tertatih meniti cinta-Mu,
Dalam 35 tahun waktu yang tlah Kau berikan…

tasawuf

Para ulama besar kaum muslimin sama sekali tidak menentang tasawuf, tercatat banyak dari mereka yang menggabungkan diri sebagai pengikut dan murid tasawuf, para ulama tersebut berkhidmat dibawah bimbingan seorang mursyd tarekat yang arif, bahkan walaupun ulama itu lebih luas wawasannya tentang pengetahuan syari’at Islam, namun mereka tetap menghormati para syaikh yang mulia, hal ini dikarenakan ilmu2 syari’at yang diperoleh dari jalur pendidikan formal adalah ilmu lahiriah, sedangkan untuk memperoleh ilmu batiniyah dalam membentuk “qalbun salim / akhlak yang mulia”, seseorang harus menyerahkan dirinya untuk berkhidmat dibawah bimbingan seorang mursyd Tarekat yang sejati. (yang silsilah keilmuannya jika dirunut keatas akan sampai kepada Nabi Muhammad SAW)





IMAM AL- GHAZALI

(450-505 H./1058-1111 M)



Imam Ghazali tentang tasawuf : “Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].



Dalam bukunya an-Nusrah an-Nabawiahnya mengatakan bahwa mendalami dunia tasawuf itu penting sekali. Karena, selain Nabi, tidak ada satupun manusia yang bisa lepas dari penyakit hati seperti riya, dengki, hasud dll. Dan, dalam pandangannya, tasawuf lah yang bisa mengobati penyakit hati itu. Karena dalam ilmu tasawuf konsentrasi mempelajari pada tiga hal dimana ketiga-tiganya sangat dianjurkan oleh al-Qur’an al-karim. Pertama, selalu melakukan kontrol diri, muraqabah dan muhasabah. Kedua, selalu berdzikir dan mengingat Allah Swt. Dan ketiga, menanamkan sifat zuhud, cinta damai, jujur, sabar, syukur, tawakal, dermawan dan ikhlas.





DR. YUSUF AL-QARDHAWI



(Ketua Ulama Islam Internasional dan juga guru besar Universitas al Azhar – Beliau merupakan salah seorang ulama Islam terkemuka abad ini) didalam kumpulan fatwanya mengatakan : “Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian ruhaniah, ubudiyyah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu.”



Beliau juga berkata, “Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang marifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam ruhani, semua itu tidak dapat diingkari.”





EMPAT ORANG IMAM MAZHAB SUNNI, semuanya mempunyai seorang guru mursyd tarekat. Melalui mursyd tarekat tersebut mereka mempelajari Islam dalam sisi esoterisnya yang indah dan sangat agung. Mereka semua menyadari bahwa ilmu syariat harus didukung oleh ilmu tasawuf sehingga akan tercapailah pengetahuan sejati mengenai hakikat ibadah yang sebenarnya.





IMAM ABU HANIFAH (85 H -150 H)



(Nu’man bin Tsabit - Ulama besar pendiri mazhab Hanafi)



Beliau adalah murid dari Ahli Silsilah Tarekat Naqsyabandi yaitu Imam Jafar as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah berkata, “Jika tidak karena dua tahun, aku telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.





IMAM MALIKI



(Malik bin Anas - Ulama besar pendiri mazhab Maliki) juga murid Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang mendukung terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut :



“Man tasawaffa wa lam yatafaqa faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatasawaf faqad tafasaq, wa man tasawaffa wa taraqaha faqad tahaqaq”.



Yang artinya : “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam.” (’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).





IMAM SYAFI’I

(Muhammad bin Idris, 150-205 H)



Ulama besar pendiri mazhab Syafi’i berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu:


1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara

2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati

3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”



(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341)





IMAM AHMAD BIN HANBAL

(164-241 H)



Ulama besar pendiri mazhab Hanbali berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” (Ghiza al Albab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)





SYAIKH FAKHRUDDIN AR RAZI

(544-606 H)



Ulama besar dan ahli hadits) berkata :

“Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan hati mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah pada seluruh tindakan dan perilaku .” (I’tiqad al Furaq al Musliman, hal. 72, 73)



IMAM AL MUHASIBI

(243 H./857 M)



Imam al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan menjadi kelompok yang selamat” . Dan Allah yang lebih mengetahui bahwa satu itu adalah Golongan orang TASAWUF. Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al- Wasiya p. 27-32.





IMAM AL QUSHAYRI

(465 H./1072 M)



Imam al-Qushayri tentang Tasawuf: “Allah membuat golongan ini yang terbaik dari wali wali- Nya dan Dia mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya. Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan diri dari segala hubungan dengan dunia dan Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam penampakan (kasyaf).



Dan Dia membuka kepada mereka Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya .” [ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]





IMAM NAWAWI

(620-676 H./1223-1278 M)



Dalam suratnya al-Maqasid: “Ciri jalan sufi ada 5:
menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata menghindari ketergantungan kepada orang lain, bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit, selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid at-Tawhid, p. 20]



IBNU KHALDUN

(733-808 H)



Ulama besar dan filosof Islam berkata, “Jalan sufi adalah jalan salaf, yakni jalannya para ulama terdahulu di antara para sahabat Rasulullah Saww, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in. Asasnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan serta kesenangan dunia.” (Muqadimah ibn Khaldun, hal. 328)





IMAM JALALUDDIN AS SUYUTI



(Ulama besar ahli tafsir Qur’an dan hadits) didalam kitab Ta’yad al haqiqat al ‘Aliyyah, hal. 57 berkata, “Tasawuf yang dianut oleh ahlinya adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Ilmu ini menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi Saww dan meninggalkan bid’ah.”





TAJUDDIN AS SUBKI



Mu’eed an-Na’eem, p. 190, tentang Tasawuf : “Semoga Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga. Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan menyibukkan diri dengan ibadah”


Dia berkata pula : “Mereka adalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah membantu manusia”

IBNU ‘ABIDIN



Ulama besar, Ibn ‘Abidin dalam Rasa’il Ibn cAbidin (p. 172-173) menyatakan: ” Para pencari jalan ini tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut. Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati mereka”. [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].



SYEIKH RASHAD RIDA



Dia berkata,”Tasawuf adalah salah satu pilar dari pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri danmempertanggung jawabkan perilaku sehari-hari dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang tinggi” [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].




MAULANA ABUL HASAN ALI AN-NADWI



Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi anggota the Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries. Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, “Para sufi ini memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap ma’siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh kepada Allah”


“Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuhan merka dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam”

ABU ‘ALA AL MAUDUDI



Dalam Mabadi’ al-Islam (p. 17), “Tasauf adalah kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul” “Tasauf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya.”





IBNU TAIMIYYAH

(661-728 H)



Salah seorang ulama yang pada awalnya dikenal sangat sulit menerima tasawuf (seperti juga aliran baru yg mengaku Salafy dan Wahaby saat ini) dedengkotnya fatwa bid’ah, yang merupakan penentang tasawuf paling getol, pada akhirnya sebelum Ibnu Taimiyah menemui ajal, akhirnya mengakui bahwa tasawuf adalah jalan kebenaran, sehingga beliaupun mengambil bai’at dan menjadi pengikut Tarekat Qadiriyyah. Berikut ini perkataan Ibnu Taimiyyah didalam kitab Majmu al Fatawa Ibn Taimiyyah, terbitan Dar ar Rahmat, Kairo, Vol. 11, hal. 497, dalam bab. Tasawuf :



“Kalian harus mengetahui bahwa para syekh yang terbimbing harus diambil dan diikuti sebagai petunjuk dan teladan dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tarekat para syekh itu adalah untuk menyeru manusia kepada kehadiran dalam Hadhirat Allah dan ketaatan kepada Nabi.”



Kemudian dalam kitab yang sama hal. 499, Ibnu Taimiyah berkata, “Para syekh harus kita ikuti sebagai pembimbing, mereka adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita berhaji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syekh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.”



Di antara para syekh sufi yang beliau sebutkan didalam kitabnya adalah, Syaikh Ibrahim ibn Adham ra, Syaikh Ma’ruf al Karkhi ra, Syaikh Hasan al Basri ra, Sayyidah Rabi’ah al Adawiyyah ra, Syaikh Abul Qasim Junaid ibn Muhammad al Baghdadi ra, dan juga guru kami Syaikh Abdul Qadir al Jailani, Syaikh Ahmad ar Rifa’i ra, dll.



Dalam satu kesempatan, Ibnu taymiyah ketika ditanya tentang kasus yang menimpa Bayazid Bistami dan Al-Hallaj beliau mengatakan bahwa keduanya tidak sesat hanya saja beliau menyayangkan mengapa ungkapan-ungkapan mereka saat ekstase (Jadhab) itu terpublikasikan.



Didalam kitab “Syarh al Aqidah al Asfahaniyyah” hal. 128. Ibnu Taimiyyah berkata, “Kita (saat ini) tidak mempunyai seorang Imam yang setara dengan Malik, al Auza’i, at Tsauri, Abu Hanifah, as Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Fudhail bin Iyyadh, Ma’ruf al Karkhi, dan orang-orang yang sama dengan mereka.” Kemudian sejalan dengan gurunya, Ibnu Qayyim al Jauziyyah didalam kitab “Ar Ruh” telah mengakui dan mengambil hadits dan riwayat-riwayat dari para syekh sufi.





TAQIYUDDIN AN-NABHANY,



Pendiri Hizbut Tahrir adalah seorang sufi, beliau mempunyai buku berjudul: Jâmi’ Karâmât al-Auliyâ’ (beberapa karamah para kekasih Allah). Kemudian Syaikh Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh, pernah baiat kepada tareqat al-Jasytiyah, sebagai gurunya ketika itu adalah Syaikh Ahmad Al-Janjûhiy. Setelah itu memperbaharui baiatnya kepada Syaikh Ahmad Al-Sahârnafûry. Tidak ketinggalan pendiri gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin, Imam Hasan Al-Banna. Sejak masih dalam jenjang ibtidaiyah (SD) beliau sudah bergabung dengan tarekat sufi Jamaah Ikhwanul Hashafiyah.





* * * * * * * * * * * *



Seperti itulah pengakuan para ulama besar kaum muslimin tentang tasawuf. Mereka semua mengakui kebenarannya dan mengambil berkah ilmu tasawuf dengan belajar serta berkhidmat kepada para syaikh tarekat pada masanya masing-masing. Oleh karena itu tidak ada bantahan terhadap kebenaran ilmu ini, mereka yang menyebut tasawuf sebagai ajaran sesat atau bid’ah adalah orang-orang yang tertutup hatinya terhadap kebenaran Allah SWT.



Ringkasnya, belajar Tasawuf dengan memilih Tarekat yang benar, Tarekat yang mu’tabarok (yang diakui keabsahannya di dunia Islam) dari segi silsilah guru dan ajarannya dari dahulu maupun sekarang, adalah sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam, memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan meningkatkan kebahagian serta kedamaian.



Dengan ilmu Tasawuf manusia dapat lebih mengenal diri sendiri, dengan demikian akan lebih mengenal Tuhannya. Sehingga manusia mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia serta dari godaan keindahan materi. Dan hanya Allah SWT yang lebih mengetahui niat hamba-hamba-Nya yang tulus





* * * * * * * * * * * * *





Laa ilaha illa allah

Tiada Tuhan kecuali Allah



Laa ma’buda illa allah

Tiada yang disembah kecuali Allah



Laa ma’suda illa allah

Tiada yang dituju kecuali Allah



Laa maujuda illa allah

Tiada yang maujud (berwujud) kecuali Allah



Ilahi, anta maksudi

Tuhanku, hanya engkau tujuanku,



Waridhokamatlubi

Dan hanya ridloMulah yang kucari,



A’tini mahabbataka wama’rifataka…

Limpahkan Cinta dan Ma’rifatMu kepadaku…



La Hawla Wala Wuwata Ilabillah

Tiada Daya Kekuatan Kecuali Dari Allah









- Posted By Zhellavie -
Bookmark and Share


Leave a reply

You must be logged in to post a comment.

*
Pages
o “…Andaikata langit, bumi, laut dengan seluruh isinya diletakan dalam sebuah timbangan & disampingnya diletakkan kalimat : ‘Laa ilaha illallah’, maka niscaya akan lebih unggul & lebih beratlah kalimat syahadat itu…”
*
No album exists or data is unavailable.

View all albums(0)
*
Blogroll
o Friendster Blogs
*

December 2008 M T W T F S S
« Nov
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31
*
Recent Comments
o dasman on ARTI HIDUP INI [Penting Untuk Di Baca]
o Reihan on MANFAAT MAJELIS DZIKIR
o Teteh Reisha on ARTI HIDUP INI [Penting Untuk Di Baca]
o Dika on ARTI HIDUP INI [Penting Untuk Di Baca]
o Teteh Reisha on BAYI YANG DAPAT BERBICARA
*
Categories
o Uncategorized

#
Monthly

* December 2008
* November 2008
* October 2008
* August 2008
* July 2008
* June 2008
* May 2008
* June 2007

#
Blogroll

* Friendster Blogs

#
Meta:

* Log in
* Friendster
* RSS
* Comments RSS

Falling Dreams Theme design by Razvan Teodorescu. WPMU Theme pack by WPMU-DEV.

legenda sufi

CERITA SUFI – KISAH SUFI – HIKAYAT SUFI – LEGENDA SUFI

===================================

Saya mengenal Syaikh dari tarekat Syadzaliyyah yang memiliki penampilan dan akhlaq yang baik. Terkadang ia datang berkunjung ke rumahku dan terkadang saya yang berkunjung ke rumahnya. Saya kagum dengan kelembutan ucapan dan perkataannya serta ketawadhuan dan kedermawanannya. Saya meminta kepadanya wirid-wirid tarekat Syadzaliyya, lalu ia memberiku wirid-wirid khusus tarekat ini.

Meraka biasanya duduk-duduk berkelompok di pojok masjid yang dihadiri oleh beberapa orang pemuda. Disitulah mereka berdzikir-dzikir setelah sholat.

Suatu ketika, saya bertandang ke rumahnya. Saya melihat gambar-gambar para syaikh tarekat Syadzaliyyah tergantung di atas dinding. Lalu saya mengingatkannya tentang larangan menggantungkan gambar-gambar. Tetapi ia tidak mengindahkan peringatan saya. Padahal hadits tentang itu sangat jelas, dan iapun tahu itu, yaitu sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam

“Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar, tidak akan dimasuki oleh para malaikat” (HR. At-Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih).

Kira-kira setahun kemudian, ketika dalam perjalanan umroh, saya ingin singgah mengunjungi syaikh ini. Lalu ia mengundangku untuk makan malam bersama anakku dan temanku.

Setelah selesai, ia bertanya kepadaku:’Apakah Anda ingin mendengar nasyid-nasyid agama dari para pemuda itu?’ Lalu saya menjawab:’Ya’. Kemudian ia menyuruh para pemuda yang ada di sekelilingnya –sementara jenggot menghiasi wajah mereka- untuk melantunkan nasyid itu. Lalu mereka mulai melantunkannya dengan satu suara. Ringkasan nasyid itu adalah:

Barangsiapa yang menyembah Allah karena ingin mendapatkan Surga atau karena takut kepada Neraka, maka sesungguhnya ia telah menyembah berhala

Lalu saya kepada orang itu:”Allah Azza wa Jalla menyebutkan satu ayat dalam Al-Qur’an yang memuji para Nabi, yang bunyinya sbb:

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami” (QS. Al-Anbiyaa’: 90).

Kemudian Syaikh itu berkata kepadaku:”Bait syair ini adalah untuk syaikh Abdul Ghoniy An-Nabulsiy”.

Saya balik bertanya:”Apakah perkataan syaikh lebih didahulukan atas firman Allah, sementara kedua perkataan itu bertolak belakang?”

Salah seorang yang mendendangkan lagu itu menjawab:”Sayidina Ali radhiallahu ‘anhu berkata:”Orang yang menyembah Allah karena ingin mendapatkan Surga adalah ibadahnya para pedagang”

Saya langsung menyanggah:”Di buku mana Anda menemukan perkataan Sayidina Ali radhiallahu ‘anhu ini? Apa benar beliau berkata seperti itu?”.

Kemudian orang itu diam…

Saya berkata kepadanya:”Apakah masuk akal, Ali radhiallahu ‘anhu mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an sementara beliau termasuk salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan termasuk diantara orang yang dikabarkan masuk Surga?”.

Kemudian teman saya menoleh dan berkata:”Allah Azza wa Jalla menjelaskan sifat orang-orang mukmin dengan memuji mereka dalam firman-Nya:

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan” (QS. As-Sajdah: 16).
Tetapi tetap saja mereka belum puas dengan penjelasan ini
Saya meninggalkan perdebatan dengan mereka, lalu pergi ke masjid untuk sholat.

Salah seorang dari pemuda itu menemui kami dan berkata kepadaku:”Kami bersama kalian, kebenaran bersama kalian, tetapi kami tidak dapat berbicara atau mendabat syaikh”.
Saya lalu bertanya kepadanya:”Mengapa kalian tidak mengatakan yang haq?”
”Bila kami berbicara kepada mereka, kami akan dikeluarkan dari penginapan”, demikian ia menjawab.
Inilah cara umum orang-orang shufi.

Para syaikh orang-orang shufi memberi wasiat kepada murid-muridnya agar tidak membantah syaikh mereka, betapapun kesalahan yang mereka lakukan.

Mereka memiliki suatu istilah yang terkenal:Tidak akan beruntung bila seorang murid berkata kepada syaikhnya “mengapa?”.
Mereka sepertinya pura-pura tidak tahu sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“Setiap anak cucu Adam pasti melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat” (HR. Ahmad; At-Tirmidzi. Hasan Shahih).
Demikian juga dengan perkataan Imam Malik rahimahullah:

“Setiap perkataan seseorang dapat diambil dan ditinggalkan kecuali perkataan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam”.

(kisah syaikh muhammad jamil zainu)

============================

WWW.SUNNY.WORDPRESS.COM

sultan menjadi buangan

eorang Sultan Mesir konon mengumpulkan orang orang
terpelajar, dan-seperti biasanya--timbullah pertengkaran.
Pokok masalahnya adalah Mikraj Nabi Muhammad. Dikatakan,
pada kesempatan tersebut Nabi diambil dari tempat tidurnya,
dibawa ke langit. Selama waktu itu ia menyaksikan sorga
neraka, berbicara dengan Tuhan sembilan puluh ribu kali,
mengalami pelbagai kejadian lain--dan dikembalikan ke
kamarnya sementara tempat tidurnya masih hangat. Kendi air
yang terguling karena tersentuh Nabi waktu berangkat, airnya
masih belum habis ketika Nabi turun kembali.

Beberapa orang berpendapat bahwa hal itu benar, sebab ukuran
waktu disini dan di sana berbeda. Namun Sultan menganggapnya
tidak masuk akal.

Para ulama cendikia itu semuanya mengatakan bahwa segala hal
bisa saja terjadi karena kehendak Tuhan. Hal itu tidak
memuaskan raja.

Berita perbedaan pendapat itu akhirnya didengar oleh Sufi
Syeh Shahabuddin, yang segera saja menghadap raja. Sultan
menunjukkan kerendahan hati terhadap sang guru yang berkata,
"Saya bermaksud segera saja mengadakan pembuktian.
Ketahuilah bahwa kedua tafsiran itu keliru, dan bahwa ada
faktor-faktor yang bisa ditunjukkan, yang menjelaskan cerita
itu tanpa harus mendasarkan pada perkiraan ngawur atau akal,
yang dangkal dan terbatas."

Di ruang pertemuan itu terdapat empat jendela. Sang Syeh
memerintahkan agar yang sebuah dibuka. Sultan melihat keluar
melalui jendela itu. Di pegunungan nunjauh disana terlihat
olehnya sejumlah besar perajurit menyerang, bagaikan semut
banyaknya, menuju ke istana. Sang Sultan sangat ketakutan.

"Lupakan saja, tak ada apa-apa," kata Syeh itu.

Ia menutup jendela itu lalu membukanya kembali. Kali ini tak
ada seorang perajurit pun yang tampak.

Ketika ia membuka jendela yang lain, kota yang di luar
tampak terbakar. Sultan berteriak ketakutan.

"Jangan bingung, Sultan; tak ada apa-apa," kata Syeh itu.
Ketika pintu itu ditutup lalu dibuka kembali, tak ada api
sama sekali.

Ketika jendela ketiga dibuka, terlihat banjir besar
mendekati istana. Kemudian ternyata lagi bahwa banjir itu
tak ada.

Jendela keempat dibuka, dan yang tampak bukan padang pasir
seperti biasanya, tetapi sebuah taman firdaus. Dan setelah
jendela tertutup lagi, lalu dibuka, pemandangan itu tak ada.

Kemudian Syeh meminta seember air, dan meminta Sultan
memasukkan kepalanya dalam air sesaat saja Segera setelah
Sultan melakukan itu, ia merasa berada di sebuah pantai yang
sepi, di tempat yang sama sekali tak dikenalnya, karena
kekuatan gaib Syeh itu. Sultan marah sekali dan ingin
membalas dendam.

Segera saja Sultan bertemu dengan beberapa orang penebang
kayu yang menanyakan siapa dirinya. Karena sulit menjelaskan
siapa dia sebenarnya, Sultan mengatakan bahwa ia terdampar
di pantai itu karena kapalnya pecah. Mereka memberinya
pakaian, dan iapun berjalan ke sebuah kota. Di kota itu ada
seorang tukang besi yang melihatnya gelandangan, dan
bertanya siapa dia sebenarnya. Sultan menjawab bahwa ia
seorang pedagang yang terdampar, hidupnya tergantung pada
kebaikan hati penebang kayu, dan tanpa mata pencarian.

Orang itu kemudian menjelaskan tentang kebiasaan kota
tersebut. Semua pendatang baru boleh meminang wanita yang
pertama ditemuinya, meninggalkan tempat mandi, dan dengan
syarat si wanita itu harus menerimanya. Sultan itupun lalu
pergi ke tempat mandi umum, dan di lihatnya seorang gadis
cantik keluar dari tempat itu. Ia bertanya apa gadis itu
sudah kawin: ternyata sudah. Jadi ia harus menanyakan yang
berikutnya, yang wajahnya sangat buruk. Dan yang berikutnya
lagi. Yang ke empat sungguh-sungguh molek. Katanya ia belum
kawin, tetapi ditolaknya Sultan karena tubuh dan bajunya
yang tak karuan.

Tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri didepan Sultan katanya,
"Aku disuruh ke mari menjemput seorang yang kusut di sini.
Ayo, ikut aku."

Sultanpun mengikuti pelayan itu, dan dibawa kesebuah rumah
yang sangat indah. Ia pun duduk di salah satu ruangannya
yang megah berjam-jam lamanya. Akhirnya empat wanita cantik
dan berpakaian indah-indah masuk, mengantarkan wanita kelima
yang lebih cantik lagi. Sultan mengenal wanita itu sebagai
wanita terakhir yang ditemuinya di rumah mandi umum tadi.

Wanita itu memberinya selamat datang dan mengatakan bahwa ia
telah bergegas pulang untuk menyiapkan kedatangannya, dan
bahwa penolakannya tadi itu sebenarnya sekedar merupakan
basa-basi saja, yang dilakukan oleh setiap wanita apabila
berada di jalan.

Kemudian menyusul makanan yang lezat. Jubah yang sangat
indah disiapkan untuk Sultan, dan musik yang merdu pun
diperdengarkan.

Sultan tinggal selama tujuh tahun bersama istrinya itu:
sampai ia menghambur-hamburkan habis warisan istrinya.
Kemudian wanita itu mengatakan bahwa kini Sultanlah yang
harus menanggung hidup keduanya bersama ketujuh anaknya.

Ingat pada sahabatnya yang pertama di kota itu, Sultan pun
kembali menemui tukang besi untuk meminta nasehat. Karena
Sultan tidak memiliki kemampuan apapun untuk bekerja, ia
disarankan pergi ke pasar menjadi kuli.

Dalam sehari, meskipun ia telah mengangkat beban yang sangat
berat, ia hanya bisa mendapatkan sepersepuluh dari uang yang
dibutuhkannya untuk menghidupi keluarganya.

Hari berikutnya Sultan pergi ke pantai, dan ia sampai di
tempat pertama kali dulu ia muncul di sini, tujuh tahun yang
lalu. Ia pun memutuskan untuk sembahyang, dan mengambil air
wudhu: dan pada saat itu pula mendadak ia berada kembali di
istananya, bersama-sama dengan Syeh itu dan segenap pegawai
keratonnya.

"Tujuh tahun dalam pengasingan, hai orang jahat" teriak
Sultan. "Tujuh tahun, menghidupi keluarga, dan harus menjadi
kuli: Apakah kau tidak takut kepada Tuhan, Sang Maha Kuasa,
hingga berani melakukan hal itu terhadapku?"

"Tetapi kejadian itu hanya sesaat," kata guru Sufi tersebut,
"yakin waktu Baginda mencelupkan wajah ke air itu."

Para pegawai keraton membenarkan hal itu.

Sultan sama sekali tidak bisa mempercayai sepatah katapun.
Ia segera saja memerintahkan memenggal kepala Syeh itu.
Karena merasa bahwa hal itu akan terjadi? Syeh pun
menunjukkan kemampuannya dalam Ilmu Gaib (Ilm el-Ghaibat).
Iapun segera lenyap dari istana tiba-tiba berada di
Damaskus, yang jaraknya berhari-hari dari istana itu.

Dari kota itu ia menulis surat kepada Sultan:

"Tujuh tahun berlalu bagi tuan, seperti yang telah tuan
rasakan sendiri; padahal hanya sesaat saja wajah tuan
tercelup di air. Hal tersebut terjadi karena adanya
kekuatan-kekuatan tertentu, yang hanya dimaksudkan untuk
membuktikan apa yang bisa terjadi. Bukankah menurut kisah
itu, tempat tidur Nabi masih hangat dan kendi air itu belum
habis isinya?

Yang penting bukanlah terjadi atau tidaknya peristiwa itu.
Segalanya mungkin terjadi. Namun, yang penting adalah makna
kenyataan itu. Dalam hal tuan, tak ada makna sama sekali.
Dalam hal Nabi, peristiwa itu mengandung makna."

Catatan

Dinyatakan, setiap ayat dalam Quran memiliki tujuh arti,
masing-masing sesuai untuk keadaan pcmbaca atau
pendengarnya.

Kisah ini, seperti macam lain yang banyak beredar di
kalangan Sufi, menekankan nasehat Muhammad, "Berbicaralah
kepada setiap orang sesuai dengan taraf pemahamannya."

Metode Sufi, menurut Ibrahim Khawas, adalah: "Tunjukkan hal
yang tak diketahui sesuai dengan cara-cara yang 'diketahui'
khalayak."

Versi ini berasal dari naskah bernama Hu-Nama "Buku Hu"
dalam kumpulan Nawab Sardhana, bertahun 1596.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

cerita pencerah hati

Pencerah Hati

Meskipun sangat menarik sebagai hiburan, kisah-kisah Sufi tidak pernah sekedar dianggap sama dengan fabel, legenda atau folklore. Kisah-kisah ini memiliki wit (ketangkasan pikiran), susunan, dan daya pikat yang sebanding dengan cerita terbaik kebudayan manapun; namun fungsinya sebagai cerita-nasehat Sufi hanya sedikit sekali dikenal dalam dunia modern sehingga tidak ada istilah teknis maupun populer untuk kisah-kisah semacam ini.

Selagi Anda membaca dan mencoba memahami cerita-cerita yang diungkapkan dalam bahasa samar Sang Guru ini, Anda mungkin secara tidak sengaja akan bertemu dengan ajaran hening yang tersembunyi didalamnya. Inilah makna kebijaksanan yang dimaksud, yakni bahwa Anda diubah tanpa usaha untuk berubah sedikit pun, dan ditransformasikan - percaya atau tidak - hanya dengan menyadari kenyatan yang tidak berupa kata-kata.

Jika Anda cukup beruntung dan disadarkan, Anda akan tahu mengapa bahasa yang paling indah adalah bahasa yang tak terucapkan, dan mengapa perubahan yang paling baik adalah perubahan yang tidak disadari.
Hikayat-hikayat Mistis
oleh Syihabuddin Yahya As-Suhrawardi

Inilah sebagian dari karya mistis seorang filosof masyhur yang mencetuskan mazhab baru di bidang filsafat pada zamannya. Di samping karya monumentalnya, Hikmah Al-Isyraq (Filsafat Pencerahan), hikayat-hikayat yang tersaji dalam buku aslinya merupakan bagian penting dari warisan tasawuf. Dengan amat menawan, Syaikh Al-Isyraq --demikian gelar disematkan kepadanya-- mengajak kita mengarungi negeri Nakuja Abad (Negeri Antah Berantah) beserta lakon-lakon khayalan untuk mereguk makna simbolisnya. Tak cuma permasalahan gaib digelarnya, tetapi juga pengembaran sejenis science fiction yang membangkitkan imajinasi.

Tasawuf Mendamaikan Dunia
oleh Bawa Muhayyaddin

Muhammad Rahim Bawa Muhayyaddin adalah Sufi Islam dari Srilanka yang telah membaktikan sebagian masa hidupnya untuk mengajar manusia tentang makna sejati Islam dan jalan kesufian. Meskipun dia sendiri buta huruf, namun kedalaman pemahamannya terhadap Al-Quran dan riwayat-riwayat tradisional Islam telah diakui oleh para ulama Islam di seluruh dunia.

Kisah-kisah Sufi, Jalan Sufi, Mahkota Sufi oleh Idries Shah

Telah berabad-abad lamanya para guru Sufi mengajar murid-muridnya dengan menggunakan kisah-kisah ini, yang dianggap memiliki kekuatan untuk meningkatkan persepsi yang tidak diketahui oleh manusia biasa.
Idries Shah telah menjelajahi tiga benua bertahun-tahun lamanya untuk mengumpulkan dan membandingkan versi lisan kisah-kisah yang mengagumkan ini. Dengan pelbagai cara, banyak diantara kisah ini telah menyusup ke dalam tradisi sastra Barat dan Timur. Bunga rampai ini, yang disampaikan menurut cara Sufi, berisi kisah-kisah yang dipilih dari reporter guru-guru Sufi selama lebih dari seribu tahun terakhir ini.

Kang Sejo mencari Tuhan oleh M. Sobary

M. Sobary mungkin belum seorang sufi, namun dialog antara Sobary dan kemapanan hidup beragama menyembulkan sesuatu yang sangat menarik: vitalitas kehidupan yang sudah melampaui batas-batas konvensionalitas agama itu sendiri.

Kimia Kebahagiaan oleh Al-Ghazali

Panduan hidup zuhud yang sangat disukai kaum sufi --dijelaskan oleh Al-Ghazali-- diberi judul Kimia Kebahagiaan. "Ketahuilah, bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main atau sembarangan. Ia diciptakan dengan sebaik-baiknya dan demi suatu tujuan agung. Meskipun bukan merupakan bagian Yang Kekal, ia hidup selamanya; meski jasadnya rapuh dan membumi, ruhnya mulia dan bersifat ketuhanan. Ketika, dalam tempaan hidup zuhud, ia tersucikan dari nafsu jasmaniah, ia mencapai tingkat tertinggi; dan sebaliknya, dari menjadi budak nafsu angkara, ia memiliki sifat-sifat malaikat. Dengan mencapai tingkat ini, ia temukan surganya di dalam perenungan tentang Keindahan Abadi, dan tak lagi pada kenikmatan-kenikmatan badani. Kimia ruhaniah yang menghasilkan perubahan ini dalam dirinya, seperti kimia yang mengubah logam rendah menjadi emas, tak bisa dengan mudah ditemukan."

Musyawarah Burung oleh Faridu'd-din Attar

Penyair Sufi - Si Penyebar Wangi. Attar --yang berarti si penyebar wangi-- adalah nama julukan penyair besar Sufi Faridu'd-Din Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim. Dia lahir di Nisyapur, Persia Barat Laut (tempat kelahiran Umar Khayyam) pada tahun 1120, dan meninggal pada tahun 1230 setelah mencapai usia 110 tahun. Ia gugur ketika pasukan Mongol menyerbu daerahnya. Musyawarah Burung (1184-1187) yang tertulis dalam gaya sajak alegoris ini, melambangkan kehidupan dan ajaran kaum Sufi.

Daging Zen Tulang Zen oleh Paul Reps

Zen kuno sedemikian segarnya sehingga dirawat dan diingat selalu. Di sini aroma dari kulit, daging, tulang, tetapi bukan sumsumnya --tidak akan pernah ditemukan di dalam bentuk kata-kata.
Metoda blak-blakan dari Zen telah menjadikan banyak orang percaya bahwa ajaran ini berakar dari sejumlah sumber sebelum zaman Sang Buddha, 500SM. Permasalahan mengenai pikiran kita, menghubungkan kewaspadan sadar dan bawah sadar, membawa kita ke dalam kehidupan nyata sehari-hari. Beranikah kita membuka pintu diri kita terhadap sumber kehidupan kita ini? Untuk apakah daging dan tulang itu? -- Paul Reps

Berbasa-basi Sejenak, Doa Sang Katak, Burung Berkicau oleh de Mello

Buku-buku Pater Anthony de Mello, SJ ditulis dalam konteks keanekaragaman agama untuk membantu para penganut agama-agama yang lain, para agnostik, dan para ateis dalam upaya mereka mencari nilai-nilai rohani; dan buku-buku itu tidak dimaksudkan pengarangnya sebagai pegangan untuk mengajarkan doktrin atau dogma Kristen kepada umat beriman Katolik.

Catatan dari Alam Gaib oleh Abdul-Husain Dastghib

Salah satu pilar keimanan dalam Islam adalah percaya akan adanya hal-hal yang gaib. Kisah-kisah dalam buku ini sedikit banyak memuat catatan-catatan dari alam gaib. Semua itu akan membuat kita tidak berputus asa terhadap apa-apa yang menimpa kita dan selalu menaruh harapan kepada Allah SWT.

Deru Campur Debu oleh Chairil Anwar

Kumpulan syair Chairil Anwar --penyair besar Indonesia-- di zaman awal terbentuknya negara Indonesia.

agar ibadah lebih bermakna

Setiap dari kita setiap akan melaksanakan shalat pasti berwudlu terlebih dahulu, akan tetapi pada banyak kesempatan seseorang hanya ingin mewujudkan syarat ibadah saja, dan ini tidak mengapa (diperbolehkan) dan tujuan pun akan dicapainya. Akan tetapi ada sesuatu yang lebih tinggi dan penting dari hal itu:

Pertama:
Jika hendak melaksanakan wudhu, hadirkanlah perasaan bahwa Anda sedang melaksanakan perintah Allah, yaitu dalam firman-Nya yang artinya:

“Hari orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (Al-Maidah: 6)

Dengan demikian terwujudlah makna ibadah pada diri Anda.


Kedua:
Jika Anda sedang berwudhu hadirkanlah perasaaan bahwa Anda sedang berittiba' (mengikuti petunjuk) kepada Rasulullah saw, sebab beliau bersabda:

“Siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian ia shalat dua rakaat, [dengan tidak menyibukkan dirinya dalam pelaksanaan shalat tersebut urusan dunia, maka akan diampuni dosanya yang telah berlalu] (HR. Bukhari, Muslim)

Dengan demikian Anda telah mewujudkan dua syarat ibadah.

Ketiga:
Berharaplah pahala dari Allah dengan wudhumu itu, sebab wudhu menghapuskan dosa-dosa, maka hilanglah dosa-dosa yang dilakukan tangan bersama tetesan air wudhu terakhir setelah selesai mencuci tangan. Demikain pula anggota wudhu yang lainnya.

Ketiga makna yang agung ini terkadang kita melupakannya. Demikian juga ketika Anda shalat, Anda memulainya dengan menghadirkan perasaan akan perintah Allah dalam firman-Nya yang artinya

“Dan dirikanlah shalat” (Al-Baqarah: 43)

Kemudian Anda sadar bahwa sedang berittiba' kepada Rasulullah saw dimana beliau bersabda:

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat” (HR. Bukhari, Muslim)

Kemudian disertai mengharap pahala dari-Nya, sebab shalat merupakan penghapus dosa diantara dua waktu shalat. Dan ibadah-ibadah lainnya.

Hal-hal ini seperti ini telah hilang dari kita, oleh karenanya Anda dapatkan kami -semoga Allah senantiasa memaafkan kita- tidak terwarnai oleh pengaruh-pengaruh (baik dari pelaksanaan) ibadah sebagaimana seharusnya. Padahal kita telah tahu bahwa shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, akan tetapi siapa diantara manusia setelah melaksanakan shalat pikirannya menjadi (baik) dan shalatnya mampu mencegah dari berbuat keji dan mungkar? Kecuali sedikit saja, sebab tujuan utamanya hilang tidak terwujud.

Diambil dari Syarah Hadits Arba'in, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Pustaka Ibnu Katsier

potret kehidupan ulama memanfaatkan waktu

Potret kehidupan para ulama dalam memanfaatkan waktu. PDF Print E-mail
Written by Abdurrahman
Friday, 24 July 2009 17:04

Nikmat waktu adalah nikmat yang sangat besar, akan tetapi banyak orang yang menyia-nyiakannya dengan menghabiskan untuk keperluan yang kurang penting atau bahkan sia-sia. Berikut sekelumit potret kehidupan para ulama dalam memaksimalkan waktu untuk amal-amal ketaatan.

Ibnu Mas’ud
Beliau salah seorang sahabat yang mulia, beliau pernah berkata, “Aku belum pernah menyesali sesuatu seperti halnya aku menyesali tenggelamnya matahari, dimana usiaku berkurang, namun amal perbuatanku tidak juga bertambah”


Amir bin Abdi Qais
Beliau seorang tabi’in yang zuhud. Ada seorang pria berkata kepadanya, “Berbincang-bincanglah denganku”. Amir bin Abdi Qais menjawab, “Tahanlah matahari” Artinya, “Cobalah hentikan perputaran matahari, jangan biarkan ia berputar, baru aku akan berbincang-bincang denganmu. Karena sesungguhnya waktu ini senantiasa merayap dan bergerak maju, dan setelah berlalu ia tak akan kembali lagi. Maka kerugian akibat tak memanfaatkan waktu adalah jenis kerugian yang tidak dapat diganti atau dicarikan kompensasinya. Karena setiap waktu membutuhkan amal perbuatan sebagai isinya”


Hammad bin Salamah (91 H - 167 H)
Musa bin Isma’il At-Tabudzaki pernah menuturkan, “Kalau aku mengatakan kepada kalian bahwa Hammad bin Salamah tak pernah tertawa, niscaya aku tidak berdusta. Beliau itu memang orang yang sangat sibuk. Kegiatannya hanya meriwayatkan hadits, membaca, bertasbih atau shalat. Beliau membagi-bagi waktu siangnya hanya untuk itu saja”

Muridnya sendiri, Abdurrahman bin Mahdi, pernah menuturkan, “Kalau ada orang yang berkata kepada Hammad bin Salamah, “Engkau akan meninggal besok”, niscaya Beliau tidak akan mampu lagi untuk menambah sedikitpun dalam amalnya”

Yunus bin Al-Mu’addab menegaskan, “Hammad bin Salamah meninggal dunia saat beliau shalat. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya

Muhammad bin Suhnun (202 H-256 H)
Al-Maliki menuturkan, “Muhammad bin Suhnun memiliki seorang sariyyah, budak wanita milik sendiri- yang bernama Ummu Mudam. Suatu hari ia bertandang ke rumahnya. Saat itu beliau sibuk menulis buku di malam hari. Datanglah saat santap malam. Budak itu meminta ijin masuk kamarnya, “Saya sedang sibuk’, ujar Muhammad.

Karena terlalu lama menunggu, maka sang budak menyuapkan makanan itu ke mulut Beliau sampai Beliau mengunyahnya. Hal itu berlangsung lama, dan Beliau tetap dalam kondisi demikan, hingga datang waktu shalat subuh.

“Maaf, aku sangat sibuk sehingga melupakanmu tadi malam wahai Ummu Mudam.Tolong berikan makanan yang engkau tawarkan tadi malam!” Tuanku, demi Allah, aku sudah menyuapkannya ke mulutmu”, ujar budak itu heran. “Lho, kok aku tidak merasakannya?”, tanya Muhammad lebih heran lagi

Ibnul Khayyath An-Nahwi (Wafat tahun 320)
Konon beliau belajar di sepanjang waktu, hingga saat beliau sedang berada di jalanan. Sehingga terkadang beliau terjatuh ke selokan atau tertabrak binatang.

Al-Hakim (Wafat 334 H)
Abu Abdillah bin Al-Hakim Asy-Syahid, putra beliau menuturkan tentang Bapaknya, “Beliau adalah orang yang gemar berpuasa Senin dan Kamis, dan tidak pernah meninggalkan shalat malam saat bepergian dan saat tidak bepergian. Bila duduk, maka pena, buku dan tinta selalu berada ditangannya. Beliau adalah menteri pembantu Sulthan. Ia bisa memberikan izin bertemu Sulthan bila orang itu belum mendapatkan izin. Kemudian beliau sibuk menyusun tulisan ilmiah. Bila sudah demikian, maka orang yang masuk menemuinya pasti hanya berdiri saja. Hal itu dikeluhkan oleh Abul Abbas bin Hammuyah, ‘Kami biasa masuk menemui Beliau, tapi Beliau tidak menyapa kami sedikitpun. Beliau hanya mengambil pena dengan tangannya sendiri, dan membiarkan kami berdiri di pojok rumahnya’.”

Al-Hakim Abu Abdillah Al-Hafizh, penulis Al-Mustadrak, menceritakan, “Aku pernah hadir pada pengajian malam saat Al-Hakim Abul Fadhal mendiktekan hadits. Tiba-tiba masuk Abu Ali bin Abu Bakar bin Al-Muzhaffa, seorang amir. Ia berdiri di dekat Beliau, namu Beliau tak sedikitkpun bergeming dari tempatnya. Kemudian beliau memaksanya keluar dari pintu depan., ‘Hai Amir, pergi saja, hari ini bukan giliran Anda!’”

Begitulah sebagian potret kehidupan ulama dalam memanfaatkan waktu, bagaimana dengan kita?

Sumber: Sungguh Mengagumkan Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah. Penerbit: Zam-Zam

keutamaan puasa bulan muh

Written by Abdurrahman
Sunday, 20 December 2009 22:59
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, dia berkata: Rasulullah bersabda “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam (HR. Muslim)[1]

Hadits yang mulia ini menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya setelah bulan Ramadhan.[2]

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

* Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharam adalah puasa 'Asyuraa' (puasa pada tanggal 10 Muharam) karena Rasulullah saw melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiallahu'anhum untuk melakukannya [3] dan ketika Beliau saw ditanya tentang keutamaannya, beliau saw bersabda “Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu”[4]

* Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram didahului dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah saw ketika disampaikan kepada Beliau bahwa tangggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang yahudi dan Nashrani, beliau bersabda “Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram) [5]

* Adapun hadits “Berpuasalah pada hari 'Asyuraa' dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”, hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sandaran anjuran puasa pada tanggal 11 Muharram.[6]

* Sebagian ulama ada yang berpendapat dimakruhkannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, akan tetapi ulama lain membolehkannya meskipun pahala tidak sesempurna jika digabungkan dengan puasa sehari sebelumnya [7]

* Alasan Rasulullah saw memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itu Allah 'azza wa jalla menyelamatkan Nabi Musa 'alaihissalam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya. Sebagai ungkapan syukur kepada-Nya, Nabi Musa 'alaihissalam berpuasa pada hari itu. Dan ketika Rasulullah mendengar Yahudi berpuasa pada hari 'Asyuraa' karena alasan itu, maka beliau saw bersabda: “Kita lebih berhak (untuk mengikut) Musa 'alaihissalam dari pada mereka”[8]. Kemudian untuk menyelisih perbuatan orang-orang Yahudi, beliau menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram.[9]

* Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu [10]. Wallahu a'lam


1. HR Muslim
2. Lihat keterangan Syaikh al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhus Shalihin
3. HR. Bukhari dan Muslim
4. HR. Muslim
5. HR. Muslim
6. Bahjatun Nazhirin, Syarhu Riyadhhus Shalihin
7. Lihat keterangan Syaikh al-Utsaimin dalam As-Syarhul Mumti'
8. HR. Bukhari dan Muslim
9. Lihat keterangan Syaikh al-Utsaimin dalam Syarh uRiyadhus Shalihin
10.Lihat keterangan dalam Bahjatun Nazhirin, Syarhu Riyadhhus Shalihin

[Dikutip dari Majalah As-Sunnah edisi Dzulhijjah 1430 H/Desember 2009 M]
Hurairah radhiallahu'anhu, dia berkata: Rasulullah bersabda “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam (HR. Muslim)[1]

Hadits yang mulia ini menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya setelah bulan Ramadhan.[2]

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

* Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharam adalah puasa 'Asyuraa' (puasa pada tanggal 10 Muharam) karena Rasulullah saw melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiallahu'anhum untuk melakukannya [3] dan ketika Beliau saw ditanya tentang keutamaannya, beliau saw bersabda “Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu”[4]

* Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram didahului dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah saw ketika disampaikan kepada Beliau bahwa tangggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang yahudi dan Nashrani, beliau bersabda “Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram) [5]

* Adapun hadits “Berpuasalah pada hari 'Asyuraa' dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”, hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sandaran anjuran puasa pada tanggal 11 Muharram.[6]

* Sebagian ulama ada yang berpendapat dimakruhkannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, akan tetapi ulama lain membolehkannya meskipun pahala tidak sesempurna jika digabungkan dengan puasa sehari sebelumnya [7]

* Alasan Rasulullah saw memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itu Allah 'azza wa jalla menyelamatkan Nabi Musa 'alaihissalam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya. Sebagai ungkapan syukur kepada-Nya, Nabi Musa 'alaihissalam berpuasa pada hari itu. Dan ketika Rasulullah mendengar Yahudi berpuasa pada hari 'Asyuraa' karena alasan itu, maka beliau saw bersabda: “Kita lebih berhak (untuk mengikut) Musa 'alaihissalam dari pada mereka”[8]. Kemudian untuk menyelisih perbuatan orang-orang Yahudi, beliau menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram.[9]

* Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu [10]. Wallahu a'lam


1. HR Muslim
2. Lihat keterangan Syaikh al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhus Shalihin
3. HR. Bukhari dan Muslim
4. HR. Muslim
5. HR. Muslim
6. Bahjatun Nazhirin, Syarhu Riyadhhus Shalihin
7. Lihat keterangan Syaikh al-Utsaimin dalam As-Syarhul Mumti'
8. HR. Bukhari dan Muslim
9. Lihat keterangan Syaikh al-Utsaimin dalam Syarh uRiyadhus Shalihin
10.Lihat keterangan dalam Bahjatun Nazhirin, Syarhu Riyadhhus Shalihin

[Dikutip dari Majalah As-Sunnah edisi Dzulhijjah 1430 H/Desember 2009 M

beratnya siksa neraka

Banyak ayat dan hadits yang menggambarkan kondisi surga dan neraka. Ada yang digambarkan kondisi surga dan neraka, ada yang digambarkan kondisi penghuninya. Diberitakan tentang kondisi surga agar umat manusia termotivasi untuk mendapatkananya, dan di gambarkan kondisi neraka agar umat manusia takut dan berusaha untuk menghindarinya.

Diantara ayat yang menggambarkan beratnya kondisi di neraka, adalah apa yang Allah firmankan
فَذُوقُواْ فَلَن نَّزِيدَكُمۡ إِلَّا عَذَابًا
“Karena itu, rasakanlah! Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain daripada adzab” (An-Naba':30)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam Tafsir Juz ‘Amma menjelaskan:
Perintah di sini adalah sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap mereka (orang-orang kafir). Yakni, akan dikatakan kepada para penghuni neraka. “Rasakanlah adzab sebagai penghinaan atas kalian. Kami tidak akan menambah kepada kalian selain adzab. Dan Kami tidak akan meringankan adzab tersebut atas kalian. Bahkan Kami tidak akan membiarkan kalia begitu saja, namun Kami akan menambah adzab menjadi lebih dahsyat, lebih lama dan lebih beraneka ragam.

Dalam ayat lain disebutkan bahwa mereka meminta kepada malaikat penjaga Jahannam:
ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ يُخَفِّفۡ عَنَّا يَوۡمً۬ا مِّنَ ٱلۡعَذَابِ
“Mohonkahlah kepada Rabb-mu, supaya Dia meringankan adzab dari kami barang sehari” (Ghaafir:49)

Perhatikanlah perkataan mereka tersebut dari beberapa sisi:

Pertama
Mereka tidak meminta kepada Allah subhanahu wa ta'ala, namun mereka memintanya kepada malaikat penjaga neraka. Karena Allah subhanahu wa ta'ala telah mengatakan kepada mereka:

“Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku” (Al-Mu'minun:108)

Mereka merasa diri mereka tidak pantas meminta dan berdoa kepada Allah secara langsung tanpa perantara.

Kedua
Mereka berkata: “Mohonkahlah pada Rabb-mu”, bukan “Mohonkanlah kepada Rabb kami”, karena wajah dan hati mereka tidak kuasa untuk mengatakan atau menyandarkan rububiyah Allah kepada diri mereka, yakni mengatakan “Rabb kami”. Mereka memiliki cacat dan cela sehingga merasa tidak pantas untuk menyandarkan rububiyah Allah kepada diri mereka. Mereka hanya berkata “Rabb-mu”

Ketiga
Mereka tidak mengatakan “Angkatlah adzab tersebut dari kami”. Namun mereka katakan: “Ringankanlah adzab tersebut dari kami” Na'udzubillah, karena mereka sudah berputus asa untuk bisa lepas dari siksa Allah subhanahu wa ta'ala

Keempat
Mereka tidak mengatakan “Ringankanalah adzab ini selama-lamanya!” Namun mereka mengatakan: “Ringankanlah adzab ini barang sehari saja!” Dengan demikian jelaslah adzab dan kehinaan yang menimpa mereka. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) terhina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu” (Asy-Syuura: 45)

Semoga Allah menyelamatkan kita dari hal tersebut

Diambil dari Tafsir Juz 'Amma, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

logika berpikir

Menyiapkan sebuah server merupakan hal biasa bagi seorang admin. Admin tentu akan menginstall dan mengkonfigurasi server agar resource yang ada dapat bekerja maksimal serta tidak ada bug-bug yang dapat membahayakan servernya. Misalkan saja admin diminta untuk menyiapkan server yang akan digunakan sebagai *web server*. Sistem operasi Linux menjadi pilihannya karena terkenal sangat stabil.

Install Paket Aplikasi yang Diperlukan Saja

Pada saat installasi, sampailah admin pada tahapan untuk menentukan paket aplikasi apa saja yang akan disertakan dalam proses installasi tersebut. Ada 3 kategori paket aplikasi yang harus admin pilah-pilah:

1.
Paket utama server [perlu diinstall]
2.
Paket pendukung, seperti utilitas [perlu diinstall]
3.
Paket yang tidak diperlukan [tidak perlu diinstall]

Admin mulai memilah-milah paket aplikasi yang akan diinstall

*
Postfix, mmm…tidak perlu, karena server ini hanya akan digunakan sebagai web server-bukan mail server
*
Apache, …perlu, inilah paket utama web servernya yang harus diinstall di server
*
Bind, mmm, ..tidak perlu, karena server ini hanya akan digunakan sebagai web server-bukan DNS server
*
Mysql, perlu, inilah paket database server yang akan digunakan dengan Apache.
*
Midnight Commander, mmm…perlu utilitas ini sangat penting untuk manajemen file
*
SSH Server, mmm…perlu. Walaupun server ini sebagai web server, tapi SSH server diperlukan agar sistem dapat diakses secara remote.
*
Dan seterusnya dan seterusnya…

Mengapa admin memasukkan program ke server *hanya* yang diperlukan saja? Dia tidak memasukkan KDE, Mail server, DNS server, dan seterusnya dari paket-paket yang tidak diperlukan dalam membangun web servernya? Setidaknya ada 2 alasan penting mengapa admin hanya memasukkan paket program yang diperlukan saja:

1.
Semakin banyak paket program yang berjalan, maka resource server akan banyak terkuras. Kalau kebutuhan hanya sebagai web server, mengapa server harus capek-capek membagi resource prosessor, RAM dan hardisk untuk Mail Server, DNS, X-Windows dan paket-paket yang tidak diperlukan?
2.
Semakin banyak paket program yang berjalan, maka potensi bug yang dapat diexploitasi semakin banyak.

Demikianlah pilihan admin yang cerdas, dia memasukan paket aplikasi ke dalam servernya hanya paket-paket yang diperlukan saja, apakah berupa paket utama atau paket pendukungnya. Admin yang cerdas tentu tidak akan memenuhi servernya dengan paket-paket yang sebenarnya tidak diperlukan.

Mengejar Surga dengan Tenaga Sisa
Saudaraku …
Untuk server saja kita mampu memilihkan yang terbaik baginya, lantas bagaimana untuk diri kita sendiri? Tidakkah kita lupa dengan firman Allah ta’ala

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariaat: 56)

Mengapa waktu, tenaga, dana dan seluruh resource kita lebih banyak untuk hal-hal yang bukan tujuan utama kita? Mengapa ketika kita diajak untuk shalat berjamaah, kita lebih sering mengatakan “Lagi tanggung..”. Ketika kita diajak untuk menghadiri majelis ilmu syar’i, kita lebih sering mengatakan “Sedang sibuk…”. Ketika ada kesempatan berinfaq kita mengatakan “Tidak punya receh..” Kita begitu bersemangat mengejar studi S1, S2 bahkan S3, tetapi tata cara mandi wajib dan wudlu yang sesuai sunnah saja kita tidak mengetahuinya, naif sekali bukan?. Coba kita buka agenda kita, adakah tertulis disitu agenda-agenda untuk akhirat kita?! Wahai manusia yang sangat perlu untuk dikasihani, engkau berharap surga tetapi mengejarnya dengan sisa-sisa, tidakkah engkau malu?

Manusia yang cerdas seperti admin yang cerdas yang menggunakan resource untuk tujuan utamanya, sebagaimana web server maka resource server digunakan untuk menjalankan fungsi web server. Demikain juga manusia, manusia mempunyai tugas utama yakni beribadah dengan berbagai bentuknya.

Saudaraku …
Waktu kita adalah modal kita, waktu di akhirat ibarat kotak-kotak penyimpanan bekal kita. Satu Jam dari waktu kita ibarat 1 kotak, 1 hari waktu kita sebanding dengan 24 kotak. Nanti di akhirat kita akan membuka kotak-kotak perbekalan tersebut, jika jam demi jam waktu kita diisi dengan sesuatu yang sia-sia, sesuatu yang tidak ada manfaatnya di akhirat, maka kita akan mendapati kotak tersebut kosong. Jika waku tersebut diisi dengan sesuatu yang bermanfaat di akhirat, maka kotak tersebut ada isinya. Celaka sekali orang yang ketika membuka kotak tersebut tetapi selalu mendapat kekecewaan karena isinya kosong.

Saudaraku …
Jadilah orang yang zuhud yakni orang yang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat. Orang yang zuhud seperti admin yang cerdas yang tidak memasukkan paket aplikasi ke dalam servernya kecuali yang dibutuhkan saja.

Hidup Itu Harus Seimbang

Orang tua kita sering menasehatkan bahwa hidup harus seimbang, dunia dan akhirat. Nasehat ini sangatlah baik, tetapi seringkali disalahpahami, ketika seseorang begitu rajin beribadah untuk mengumpulkan bekal di akhirat, maka orang-orang dengan mencibir mengatakan “Hidup harus seimbang, jangan akhirat melulu…”Betul sekali bahwa dunia dan akhirat harus seimbang. Saudaraku, berapa tahun kita akan hidup di dunia? 70 tahunkah? 80 tahunkah?. Lalu, berapa tahunkah kita akan hidup di akhirat? 1.000 tahunkah? 1.000.000.000 tahunkah? Saudaraku, kita akan hidup di akhirat lebih dari itu, lebih lama dari 1 milyar tahun bahkan kita akan kekal di akhirat kelak.Demi Allah saya tidak mengatakan “Kalau begitu tinggalkan saja urusan dunia!”. Saya sama sekali tidak mengatakan demikian, saya hanya mengatakan apakah kita sudah menempatkan proporsi dunia dan akhirat secara seimbang? Sudahkah kita mempersiapkan untuk akhirat kita secara semestinya? Atau malah kita hanya mempersiapkan akhirat kita hanya dengan sisa-sisa, tenaga sisa, waktu sisa, dana sisa…semua serba sisa-sisa.Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (Al Hadiid: 20-21)

Terakhir Saudaraku, Allah mengingatkan kita dalam sebuah surat yang Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang surat ini, “Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah kepada manusia kecuali hanya surat ini saja, niscaya telah mencukupi”, yakni surat Al-Ashr

“Demi waktu. Sesungguhnya semua manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”

Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk-Nya sehingga kita dapat menjadi manusia yang cerdas, manusia yang zuhud, manusia yang sadar diri, manusia yang mengejar surga dengan resource yang maksimal, bukan dengan sisa-sisa. Allahu ta’ala a’lam

dunia dan akhirat sperti istri muda

eorang ahli hikmah berkata: “Dunia dan akhirat seperti istri muda dan istri tua, jika kita lebih mencintai istri muda, maka istri tua akan membenci kita”

Allah subhanahu wa ta’ala bercerita tentang kisah pecinta dunia dan pecinta akhirat:
Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:”Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”(Al-Qashash: 79,80)

Kalau kita tawarkan kepada anak umur 2 tahunan untuk memilih es krim atau uang 1 juta, hampir dapat dipastikan anak tersebut akan memilih es krim, mengapa demikian? padahal uang 1 juta jauh lebih berharga dari es krim!? Hal itu karena anak kecil tidak mempunyai ilmu sehingga tidak dapat mengerti keutamaan dari uang 1 juta dibanding sekedar es krim. Ahli dunia mencurahkan seluruh potensinya, waktunya, tenaganya, seluruh daya upanya dikerahkan untuk mendapatkan sekadar “es krim”. Dan akhirat itu tidaklah sebanding dengan sekedar uang 1 juta, “Wal aakhiratu khoiru wa abqaa”(Al-A’laa: 17), “Sedangkan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”.

Allah subhanahu wa ta’ala berpesan:
Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Al Kahfi: 28)

ketika ibadah terasa hambar

ungkin sebagian kita pernah merasakan ketika melakukan ibadah terasa hambar, padahal seharusnya ibadah adalah suatu kenikmatan bagi seorang muslim.

Syaikh Al-bany dalam muqodimah kitab Shifat Shalat Nabi, belia berkata

Segala puji bagi Allah yang telah memfardhukan shalat atas hamba-hamba-Nya, dan memerintahkan untuk menegakannya dengan cara membaguskan pelaksanaanya, dan menggantungkan keselamatan dan kesuksesan pada kekhusyuan shalat.

Subhanalllah.., sebagian orang mungkin menganggap bahwa kewajiban shalat merupakan beban, tetapi dikatakan oleh Syaikh Al-Bany sebagai sebagai sesuatu yang perlu disyukuri, hal ini karena ibadah tersebut kembalinya untuk kemaslahatan sang hamba.

Ibadah terasa hambar merupakan tanda sakitnya qolbu seseorang, nah , kalau sudah begini, apa yang harus dilakukan? Apakah meninggalkan ibadah-ibadah yang terasa hambar, toh terasa hambar, tidak nikmat?

Dalam kajian beberapa waktu yang lalu, seorang ustadz menasehatkan bahwa ketika seseoarnag melakukan ibadah tetapi terasa hambar, tidak nikmat, maka yang seharusnya adalah dengan terus mengerjakannya, bukan kemudian ditinggalkaan, yang dengan terus menerusnya kemudian iman berangsur-angsur naik dan kemudian dapat merasakan lezatnya ibadah. Terasa hambarnya ibadah, itu tanda bahwa qolbunya sakit. Sebagaimana badan yang sakit, walaupun diberi makanan yang enak-enak, tetap saja tidak selera makan, tidak dapat merasakan lezatnya makanan tersebut. Terasa tidak lezatnya makanan tersebut bukan karena makanannya yang nggak “mak nyuss”, tetapi memang badannnya yang sedang nggak beres, nah kalau kondisinya demikian, apakah mending tidak usah makan saja? Kalau tidak makan, justru bisa mengakibatkan sakitnya tambah parah, yang harus dilakukan adalah tetap makan walaupun tidak terasa lezat, lama kelamaan kondisi tubuhnya membaik dan kemudian dapat merasakan lezatnya makanan tersebut.

Jika seseorang berbuat dosa, maka akan timbul titik hitam dalam qalbunya, jika berbuat dosa lagi maka bertambahlah titik hitam tersebut. Jika dia bertaubat maka hilanglah titik hitam tersebut.

Jika seseorang beramal shalih, maka itu juga akan menghapus kejelekan-kejelekannya

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk (Huud: 114)

Maka, jika kita banyak beramal shalih, maka semakin bersih qalbu kita sehingga kenikmatan ibadah insyaAllah akan dapat kita rasakan.

Wallahu a’lam

pria di surgaSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Pria mendapatkan istri-istri bidadari di Surga, lalu wanita mendapatkan apa? Jawaban: Pa

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Pria mendapatkan istri-istri bidadari di Surga, lalu wanita mendapatkan apa?

Jawaban:
Para wanita akan mendapatkan pria ahli Surga, dan pria ahli Surga lebih afdhal dari pada bidadari. Pria yang paling baik ada di antara pria ahli Surga. Dengan demikian, bagian wanita di Surga bisa jadi lebih besar dan lebih banyak daripada bagian pria, dalam masalah pernikahan. Karena wanita di dunia juga (bersuami) mereka mempunyai beberapa suami di Surga. Bila wanita mempunyai 2 suami, ia diberi pilihan untuk memilih di antara keduanya, dan ia akan memilih yang paling baik dari keduanya

(Fatawa wa Durusul Haramil Makki, Syaikh Ibn Utsaimin 1/132, yang dinukil dalam Al-Fatawa Al-Jami'ah lil Mar'atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia Fatwa-fatwa tentang wanita 3 cetakan Darul Haq)


Pertanyaan:
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya: Ketika saya membaca Al-Qur'an, saya mendapati banyak ayat-ayat yang memberi kabar gembira bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dari kaum laki-laki, dengan balasan bidadari yang cantik sekali. Adakah wanita mendapatkan ganti dari suaminya di akhirat, karena penjelasan tentang kenikmatan Surga senantiasa ditujukan kepada lelaki mukmin. Apakah wanita yang beriman kenimatannya lebih sedikit daripada lelaki mukmin?

Jawaban:
Tidak bisa disangsikan bahwa kenikmatan Surga sifatnya umum untuk laki-laki dan perempuan. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan (Ali-Imran:195)

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (An-Nahl:97)

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun (An-Nisa':124)

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar(Al-Ahzab:35)

Allah telah menyebutkan bahwa mereka akan masuk Surga dalam firman-Nya: Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan (Yasin:56)

Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan(Az-Zukhruf:70)

Allah menyebutkan bahwa wanita akan diciptakan ulang.
Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan (Al-Waqi'ah: 35-36)

Maksudnya mengulangi penciptaan wanita-wanita tua dan menjadikan mereka perawan kembali, yang tua kembali muda. Telah disebutkan dalam suatu hadits bahwa wanita dunia mempunyai kelebihan atas bidadari karena ibadah dan ketaatan mereka. Para wanita yang beriman masuk Surga sebagaimana kaum lelaki. Jika wanita pernah menikah beberapa kali, dan ia masuk Surga bersama mereka, ia diberi hak untuk memilih salah satu di antara mereka, maka ia memilih yang paling bagus diantara mereka.

(Fatawal Mar'ah 1/13 yang dinukil dalam Al-Fatawa Al-Jami'ah lil Mar'atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia Fatwa-fatwa tentang wanita 3 cetakan Darul Haq)
Last Updated on Tuesday, 23 June 2009 13:03

apakah jim menegathu ilmu gaib

Apakah Jin mengetahui ilmu Ghaib? PDF Print E-mail
Written by Abdurrahman
Monday, 22 June 2009 08:55

Oleh: Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsi Al-'Ilmiyyah wal Ifta.

Pertanyaan:
Apakah Jin mengetahui ilmu ghaib? Kami mengharap penjelasan dari Antum dalam waktu yang tidak lama.

Jawaban:
Ilmu ghaib termasuk kekhususan dalam kerububiyahan Allah, maka tidak ada yang mengetahui ilmu ghaib di langit maupun dibumi kecuali Allah. Allah berfirman dalam Surat Al-An'am 59
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia”

Allah jalla jalaluhu juga berfirman dalam Surat An-Naml:65

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah",

Dan jin tidak mengetahui yang ghaib, dalilnya adalah firman Allah dalam surat Saba':14
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ

"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan"

Dan barangsiapa yang mengaku mengetahui 'ilmu ghaib maka di kafir, dan barangsiapa yang membenarkan orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib maka dia juga kafir karena berarti ia mendustakan Al-Quran

Hanya Allah-lah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, juga kepada pengikut dan para sahabatnyaapakah jim mengetahui ilmu gaib

asal mula tasawuf

Hakekat Tasawuf (Sufi) PDF Print E-mail
Written by Administrator
Saturday, 30 May 2009 06:35
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

1. Landasan Menilai benar tidaknya tasawuf

Kita wajib kembali kepada Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih untuk dapat mengetahui hakikat tasawwuf ini, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“...Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika engkau benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama bagi kamu dan lebih baik akibatnya.”(An-Nisaa’ :59)

Jadi, segala penyimpangan yang akan kita bicarakan tentang tasawwuf ini berdasarkan pertimbangan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW dengan pemahaman salafus shalih.

Rasulullah SAW bersabda :
Aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara yang bila kalian berpegang teguh dengannya maka tidak akan menyesatkan kalian selamanya, (yaitu) Kitabulah dan Sunnahku.
(Hadits Shahih riwayat Imam Malik dalam Al-Muwatha (II/1899) dan Imam Hakim dalam Mustadrak I/93) secara bersambung dari Abu Hurairah r.a.)

Pada saya ada dua buku yang mengupas tentang sufi, yang ditulis oleh ulama Ahlu Sunnah Wal Jamaah untuk menerangi aliran ini agar kita kaum muslimin mengetahui siapa sebenarnya sufi/tasawuf itu, sesuaikah dia dengan tuntunan yang AL-Quran dan As-Sunnah ? simaklah ringkasan dari buku :
a. Aliran Sufi dengan timbangan Al-Qur’an dan As-Sunnah (Sufiyah fi Mizanil Kitab wa Sunnah, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
b. Menguak Dunia Tasawuf Tarekat Naqsyabandiyyah (An-Naqsyabandiyyah Ardhu wa Tahlilun, karya Syaikh Abdurrahman Dimasyqiyah)
Disini saya ringkaskan perkara-perkara yang saya anggap penting diketahui dan mudah dikenali dengan kondisi aliran sufi yang ada di Indonesia ini. Namun kesesatan aliran ini sesungguhnya melebihi dari apa yang saya sampaikan. Untuk lebih lengkapnya silahkan merujuk kepada dua kitab diatas atau kitab lainnya yang ditulis para ulama yang mumpuni dibidang ilmu.

2. Awal munculnya tasawuf / sufi

Pada jaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Islam tidak mengenal aliran tasawwuf, juga pada masa shahabat dan tabi’in (yaitu generasi setelah shahabat yang mereka itu menuntut ilmu dari para shahabat). Kemudian datang setelah masa tabi’in suatu kaum yang mengaku zuhud yang berpakaian shuf (pakaian dari bulu domba), maka karena pakaian inilah mereka mendapat julukan sebagai nama bagi mereka yaitu Sufi dengan nama tarekatnya Tasawwuf. (Dari kitab Sufiyyah fi mizanil kitab wa sunnah, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu).

Adapun hanya sekedar pengakuan tanpa adanya dalil yang menerangkan ataupun dari berita-berita dusta yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya ra. adalah juga golongan tasawwuf maka cara berhujjah seperti ini tidaklah dapat diterima oleh orang yang berakal.

3. Aliran Sufiyyah mempunyai banyak tarekat (jalan)

Antara lain : Tijaniyyah, Qadariyyah, Naqsyabandiyyah, Syadzaliyyah, Rifa’iyyah dan lainnya yang semuanya mengaku diatas jalan yang benar dan menganggap jalan yang lain adalah batil/salah.
Padahal Islam telah melarang adanya perpecahan (membuat jalan baru), seperti firman Allah :
“...dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum :31-32)


4. Aliran sufi memeliki sifat fanatisme terhadap syaikh-syaikh mereka

Sekalipun mereka menyelisihi Allah dan Rasul-Nya. Padahal Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat : 1)

Dan rasulullah SAW bersabda :
Tidak ada ketaatan bagi seseorang dalam berbuat maksiat kepada Allah, ketaatan itu hanya dalam berbuat baik. (HR. Bukhari & Muslim)

Namun kebanyakan manusia sekarang ini mengambil apa saja yang dikatakan oleh gurunya tanpa mau memeriksa apakah perkataan gurunya itu sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah atau tidak. Dia menelan apa saja yang dikatakan oleh gurunya yang disangkanya gurunya bebas dari kesalahan, maka jika gurunya sesat maka sesat pulalah dia, padahal dia bertanggung jawab terhadap setiap amalan dirinya kelak di hadapan Allah SWT.

Demikianlah yang menimpa ummat-ummat terdahulu, mereka mengikuti saja apa yang dikatakan oleh para guru-guru mereka, tanpa menyesuaikannya dengan Kitab yang telah diturunkan kepada mereka.
Allah berfirman :
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa. Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At-Taubah : 31)

Saat Rasulullah SAW membaca ayat ini didepan para Shahabatnya, maka berkata seorang Shahabat yang bernama ‘Adiy bin Hatim ; “Sungguh kami tidak menyembah mereka.” Beliau SAW bertanya ;”Tidakkah mereka itu mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, lalu kamupun mengharamkannya ? dan tidakkah mereka itu menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah, lalu kamupun menghalalkannya ?”
Aku (‘Adiy)menjawab, “Ya”. Maka beliau bersabda;”Itulah bentuk penyembahan kepada mereka.”
(Hadits Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi dengan sanad Hasan)

Jadi, orang-orang terdahulu tersesat karena mereka mengikuti secara membabi buta guru-guru mereka tanpa menghiraukan apakah yang diserukan oleh guru mereka itu sesuai dengan Kitabullah ataukah tidak, demikian pengalaman ‘Adiy bin Hatim saat belum memeluk Islam.

Persis seperti apa yang dialami oleh sufi tarekat naqsyabandiyyah :
Ia (Syaikh Naqsyaband) pernah diundang oleh sebagian sahabatnya di Bukhara. Ketika hendak menuju Maroko, ia berkata kepada Maula Najmuddin Dadark,
Apakah engkau akan melaksanakan semua yang aku perintahkan kepadamu ?
Ia menjawab : Ya.
Ia berkata :Jika aku memerintahkanmu untuk mencuri, apakah engkau akan melakukannya ?
Ia berkata :Tidak.
Ia berkata :Mengapa ?.
Ia menjawab :Karena hak-hak Allah itu bisa dihapus dengan taubat, sedangkan ini termasuk hak-hak hamba.
Ia berkata :Jika engkau tidak mau melaksanakan perintah kami maka jangan bersahabt dengan kami.
Maula Najmuddin sangat terkejut mendengar hal itu dan bumi yang luas telah terasa sempit olehnya. Dan ia kemudian menampakkan taubat dan penyesalannya serta berketetapan hati untuk tida melanggar perintahnya. Para hadirinpun menaruh rasa kasihan kepadanya dan mereka meminta syafaat dan maaf kepada Syaikh Naqsyaband untuknya. Ia pun memaafkannya. (AL-Mawahibus Sarmadiyyah, 138, Al-Anwarul Qudsiyyah, 140 dan Jamiu Karamatil Auliya, 1/ 150)

Tanggapan :
Ini adalah kebiasaan syaikh-syaikh tasawuf. Mereka biasa melatih murid-muridnya untuk taat buta sekalipun didalamnya terdapat perihal meninggalkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan memperingatkan mereka bila bersikap ingkar dan menyanggah. Mereka memiliki jargon yang terkenal : Jangan menyanggah, niscaya engkau akan tersisih.

Padahal Rasulullah SAW telah bersabda :
Tidak ada ketaatan dalam berbuat maksiat, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perbuatan maruf (baik). (HR. Muslim (1840), dan Bukhari 8/106 Kitabul Ahkam dan 8/135 bab Ijazati Khabaril Wahid)

Rasulullah SAW juga bersabda :
Wajib atas seorang muslim untuk patuh dan taat dalam hal-hal yang ia sukai dan hal-hal yang ia benci kecuali jika ia disuruh untuk melakukan maksiat, maka tidak ada kepatuhan dan ketaatan dalam hal itu. (HR. Muslim (1839) dan Al-Bukhari 8/106 Kitabul Ahkam)

5. Manaqib dan Keramat-keramat tokoh-tokoh sufi

Pengarang kitab Al-Mawahibus Sarmadiyyah Fi Manaqibis Sadatin Naqsyabandiyyah, Syaikh mereka Muhammad Amin Al-Kurdi meriwayatkan dari Syaikh Naqsyabandiyyah bahwasanya ia berkata : Aku bersahabat dengan Ad-Darwisy Khalil. Kemudian ia memerintahkanku untuk mengabdi kepada hewan-hewan. Hingga ketika dijalan aku bertemu dengan seekor anjing, lalu aku berhenti sampai anjing tersebutberlalu terlebih dahulu supaya aku tidak mendahuluinya. Aku terus melakukan hal yang demikian selama tujuh tahun. Kemudian setelah itu ia menyuruh aku untuk mengabdi kepada anjing-anjing milik paduka yang mulia ini dengan sikap jujur dan tunduk dan au meminta pertolongan dari mereka. Syaikhnya berkata : Sesungguhnya engkau akan sampai kepada seekor anjing diantara mereka (anjing-anjing itu) yang dengan mengabdi kepadanya engkau akan memperoleh kebahagiaan yang besar. Aku lalu memanfaatkan nikmat untuk mengabdi ini dan aku tida memperdulikan upaya yang keluar dengan melaksanakannya berdasarkan petunjuknya dan dalam rangka ingin mendapatkan kabar gembira yang dituturkannya. Hingga pada suatu saat aku bertemu dengan seekor anjing. Lalu dengan pertemuan tersebut terjadilah pada diriku suatu keadaan yang luar biasa. Akupun berhenti dihadapnnya dan aku menangis sejadi-jadinya. Pada saat itulah aku merebahkan diri diatas punggungnya dan iapun mengangkat kakinya yang empat kearah langit. Kemudian aku mendengar darinya suara sedih, keluhan dan rintihan. Lalu aku mengangkat kedua tanganku sebagai sikap tawadhu dan aku berkata : Amin hingga ia (anjing itu) diam dan kembali seperti semula.
Kemudian setelah itu ia menyebutkan bahwa ia juga pernah menemukan seekor bunglon. Lalu terbesit dihatinya untuk meminta syafaat darinya. Ia pun segera mengangkat kedua tangannya, lalu ia menjatuhkan dirinya diatas punggungnya dan menghadap kelangit seraya mengucapkan Amin.

Jawaban :
Subhanallah! Apakah pintu-pintu untuk memperoleh syafaat dan pertolongan telah tertutup dari dirinya hingga ia tidak mendapatkan keduanya kecuali dari diri seekor anjing dan bunglon ? Dan siapakah yang mengatakan bahwa anjing itu mengangkat keempat kakinya apabila hendak berdoa ? Jikalau ia meminta pertolongan dan syafaat dari seorang manusia niscaya hal itu tidak boleh, lalu bagaimana pula jika ia meminta keduanya kepada seekor anjing dan bunglon ?

6. Sekelumit Mengenai Keramat-keramat dan Perkataan-perkataan Para Syaikh Tarekat Sufi

Syaikh Muhammad Al-Mashum berkata :Aku melihat kabah yang dimuliakan merangkul dan menciumku dengan kerinduan yang mendalam. Tatkala aku selesai melaksanakan thawaf ziarah, datanglah kepadaku seorang malaikat membawa sebuah kitab tentang diterimanya haji yang au laksanakandari Rabb semesta alam. (Al-Mawahibus Sarmadiyyah 213, Jamiu Karamatil Auliya 1/204 dan Al-Anwarul Qudsiyyah 196, semuanya kitab-kitab referensi tasawuf aliran Naqsyabandiyyah)

Dinukil darinya bahwa dia telah mampu mengucapkan tauhid, padahal ia beru berumur tiga tahun sehingga ia mengatakan :Akulah bumi, akulah langit. (Al-Mawahibus Sarmadiyyah 202 dan Al-Anwarul Qudsiyyah 192)

Syaikh Ahmad Al-Furuqi berkata : Diperlihatkan kepadaku Kabah yang disucikan sedang melakukan thawaf diseputar diriku sebagai pemuliaan dan penghormatan dari Allah untuk diriku. (Al-Mawahibus Sarmadiyyah 184 dan Al-Anwarul Qudsiyyah 182)

Ini adalah sekelumit tentang perkataan-perkataan para Syaikh tarekat sufi, dan masih begitu banyak hal yang senada seperti diatas dari ucapan-ucapan mereka yang didalamnya terdapat penyimpangan-penyimpangan terhadap syariat yang tidak tersembunyi atas seorang pembaca yang bersikap adil dan memiliki akal sehat.

Bahkan saya katakan bahwa hal ini pun telah terjadi dikantor kita, dimana beberapa orang pegawai pernah menceritakan kepada saya tentang perkataan seorang pegawai yang sangat menggeluti pemahaman sufi ini.
Disuatu waktu ia berkata bahwa, dikala ia sedang melaksanakan ibadah haji dan dia berdoa dihadapan kabah, maka dia melihat begitu banyak wanita-wanita yang cantik jelita sedang mengitarinya. Ia berkata bahwa mereka adalah para bidadari yang menampakkan diri pada dirinya.
Dalam kesempatan lain dia pernah berkata bahwadia pernah pergi ke langit ketujuh. Dan dia berkata kepada seorang pegawai kita bahwa apabila ingin melihat padang masyhar maka lakukanlah ini dan itu (ia menyebutkan beberapa amalan yang tidak ada diperintahkan didalam agama ini sebagai syarat untuk mencapai keinginan tersebut). Banyak lagi perkataan-perkataannya yang tidak sepantasnya diucapkan oleh orang yang berakal.

7. Memohon Pertolongan / Istighasah Kepada Para Syaikh Mereka

Diriwayatkan bahwa salah seorang murid Syaikh Muhammad Al-Mashum sedang mengendarai seekor kuda, laul kuda tersebut membuang kotorannya sehingga membuat sang murid terjatuh ke tanah dan kakinya tergantung di tempat pelana kuda. Kemudian kuda tersebut membawanya lari hingga ia berkeyakinan akan binasa. Lau ia meminta pertolongan kepada yang mulia al-qayyum (yaitu Syaikh Muhammad Al-Mashum-disifati dengan sifat yang hanya dimiliki Allah SWT). Sang murid berkata : Lalu aku melihat sang Syaikh datang sambil memberhentikan kuda tersebut serta menaikkanku keatasnya. (Al-Mawahibus Sarmadiyyah 210-213, Jamiu Karamatil Auliya 1/199-200 dan Al-Anwarul Qudsiyyah 195-196)

Pada suatu hari datang banjir besar melanda desa Maulana Arif, lalu penduduknya takut tenggelam/hanyut. Mereka pun segera meminta pertolongan kepada Syaikh Muhammad Al-Mashum). Maka ia keluar dan duduk ditempat air bah, dan ia berkata kepada air itu :Sesungguhnya jika engkau memiliki kekuatan, maka bawalah aku. Kemudian banjir tersebut berhenti. (Al-Mawahibus Sarmadiyyah 107, Jamiu dan Al-Anwarul Qudsiyyah 125)

Padaha Alah berfirman :
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Alah ada tuhan (yang lain) ? (Al-Anam : 62)

8. Pengkultusan Kuburan Para Syaikh Mereka

Syaikh mereka AL-Kurdi di dalam kitab Tanwirul Qulub berkata : Sebagian Syaikh mengatakan bahwa Allah mewakilkan dalam kuburan wali seorang malaikat yang memenuhi hajat-hajat dan kadang-kadang wali tersebut keluar dari kuburnya dan ia sendiri yang memenuhi hajatnya. (Tanwirul Qulub 534)

Rasulullah SAW mengetahui bahaya tipu daya ini, lalu beliau memberitahukannya serta memperingatkan darinya sebelum menghadap Allah Yang Maha Tinggi (menjelang wafatnya beliau SAW). Adalah beliau setiap kali sadar dari sakaratul maut bersabda : Semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan-kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid . Aisyah ra. berkata :Jikalau tidak karena hal itu niscaya aku akan menampakkan kuburan beliau, tetapi aku takut bahwa ia akan dijadikan masjid. (HR. Bukhari 2/90 Kitabul Janaiz, Muslim (530), Amad 6/146, dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 1/415)

Masjid adalah tempat ibadahnya kaum muslimin, yang disana kita menegakkan shalat, berdoa kepada Allah dan melakukan ibadah-ibadah lainnya. Namun para pengikut sufi melakukan amalan-amalan yang layaknya dilakukan di masjid, mereka lakukan di kuburan-kuburan para syaikh mereka.

Dan dari Jundub bin Abdullah Al-Bajali ra. bahwasanya ia mendengar Nabi SAW bersabda sebelum wafatnya : Ingatlah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan-kuburan nabi-nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai masjid. Ingatlah! Maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid-masjid, karena sesungguhnya aku melarang kelian dari hal itu. (HR. Muslim (532) dalam Kitabul Masajid)

Demikian juga beliau SAW melarang mengapur/mengecat kuburan atau mendirikan bangunan atau duduk diatasnya. (HR. Muslim (970), At-Tirmidzi 2/155 dan ia menshahihkannya, Ahmad dalam Al-Musnad 3/339 dan AL-Baihaqi dalam AL-Musnad 142)

Syaikh mereka AL-Kurdi berkata : Ketika Syaikh Naqsyaband meningga dunia, para pengikutnya membangun suatu kubah yang besar diatas kuburannya dan mereka menjadikannya sebagai masjid yang luas. (Al-Mawahibus Sarmadiyyah 142)

Pengarang kitab Al-Anwirul Qudsiyyah menambahkan terhadap perihal kuburan itu hal berikut ini : Ia masih tetap seperti itu hingga zaman kita ini; Dirinya dimintai pertolongan, debu tanahnya dijadikan celak dan pintu-pintunya dijadikan tempat berlindung. (Al-Anwirul Qudsiyyah 142)

Bantahan :
Berkata Syaikh Abdurrahman Dimasyqiyyah : Demi Allah, tunjukkan kepadaku, manakah perihal mengikuti syariat, mencocoki As-Sunnah dan jalan para sahabat yang mulia seperti yang mereka akui ? Adakah jalan mereka itu mencium kuburan, berguling-guling diatasnya dan meminta pertolongan kepadanya, ataukah bau pemujaan berhala telah berhembus dan bertiup anginnya di kelompok yang para pengakutnya mengaku sangat antusias untuk mengambil ibadah-ibadah mereka dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulul-Nya ?

Begitu pula pegawai dikantor kita yang kita maksud sebelumnya. Disaat dia mengetahui saya adalah orang Aceh dan berdomisili di banda Aceh, yang dia tanyakan terlebih dahulu adalah pernahkah saya pergi ke kuburan Syah Kuala ? Dan ternyata Beliau sudah beberapa kali pergi kesana, entah apa yang dia lakukan.
Sungguh saya pernah melihat kuburan tersebut dan mengetahui keadaannya yang sebenarnya. Kuburan tersebut berukuran cukup besar dengan diberi batu di kaki dan kepalanya dengan batu yang besar dan tinggi serta dibatu tersebut dibentangkan kain putih diatasnya. Dan dikuburan tersebut dididrikan bangunan sehingga terlindung dari terik panas matahari dan basahan hujan. Inilah ciri-ciri kuburan yang diagungkan yang telah dilarang oleh Rasulullah SAW.

9. Sikap berlebih-lebihan dalam memuji para syaikh tarekat sufi

Yasin As-Sanhuti didaam kitabnya Al-Anwar bercerita tentang Ubaidullah Ahrar : Adapun perihal penyingkapannya terhadap perkara-perkara yang ghaib dan pemberitahuannya tentang hal-hal yang tersembunyi. Maka hal itu tidak terbatas atau terhitung. Demikian juga ia mensifati Yaqub Al-Jarkhi bahwa ia merupakan Pewaris Ilmu Ghaib.

Petakanlah dengan kondisi di Indonesia dari beberapa point diatas, disaat sekarang banyak orang yang memuji, menyanjung dan bahkan siap mati untuk seseorang yang orang tersebut sangat dimuliakan tanpa mempertimbangkannya dengan ilmu syariat yang shahih. Dan lihat pula di negeri kita ini ada tokoh yang dianggap dapat mengetahui suatu perkara yang akan terjadi, dan mudah mengetahui siapa pelaku dari suatu peristiwa, tidak lain hal ini adalah seperti orang yang mengetahui hal-hal yang ghaib. Ambillah pelajaran ini agar kita tida terjebak dalam kesesatan.

10. Membenci Ilmu dan Malas Menuntut Ilmu

Abu Yazid Al-Busthomi berkata seraya mengajak bicara Ahlul Hadits : Kalian telah mengambil ilmu kalian dari orang mati melalui orang mati, sedangkan kami mengambil ilmu kami dari Dzat Yang Maha Hidup Yang tidak akan mati. (Thabaqatusy Syarani 1/5, Al-Futuhatul Makkiyyah 1/365, Talbisu Iblis 344, 322, A-Mawahibus Sarmadiyyah 49 dan Al-Anwarul Qudsiyyah 99)

Al-Qusyairi telah meriwayatkan perkataan Abu Bakar Al-Warraq : Penyakit yang bisa merusak seorang murid ada tiga : menikah, mencatat/menulis hadits dan kitab-kitab. (Ar-Risalatul Qusyairiyyah 92)

Sulaiman Ad-Daroni (ia adalah seorang tokoh besar kaum sufi) berkata : Apabila seseorang mencari/mempelajari hadits atau bepergian untuk mencari rezeki dan menikah, maka berarti ia telah cenderung kepada dunia. (Al-Futuhatul Makkiyyah 1/37)

Mereka tidak butuh lagi dengan As-Sunnah, padahal Allah SWT berfirman :Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Lalu bagaimana bisa mentaati Allah dan rasul-Nya jika ia tidak mengetahui perintah-perintah dan larangan-larangan yang tersebut dalam As-Sunnah, apalagi yang tersebut dalam Al-Quran , sebab didalam As-Sunnah terdapat hal-hal yang tidak terdapat dalam Al-Quran.

11. Aliran sufi menyeru untuk zuhud kepada dunia dan meninggalkan sebab-sebab (kerja) serta meninggalkan jihad

Padahal Allah SWT berfirman :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kenikmatan) di negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu (dari kenikmatan ) di dunia.” (Al-Qashash : 72)
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu miliki.” (Al-Anfal : 59)

Hal seperti ini telah dialami oleh Ustadz Abdurrahman Mubarak ketika ikut bergabung dengan mujahidin di Maluku. Disana para mujahidin biasa melakukan ribath, yakni berjaga-jaga di daerah perbatasan untuk mengantisipasi sedini mungkin bila terjadi penyerangan dari pihak Nasrani. Akan tetapi ada sekelompok orang dari kalangan Firqah Tabligh (yang mereka itu adalah kelompok yang berpemahaman sufi) berkata kepada orang-orang yang mengamalkan suatu amalan yang sangat agung seperti yang diberitakan oleh Rasulullah SAW dalam hadits-hadits yang shahih (yakni ribath) dengan perkataan :Wahai fulan kemarilah bergabung bersama kami di masjid Allah untuk dzikrullah, bertawakkal-lah kepada Alah dari serangan mereka. Perkataan mereka ini tidak lain karena kebodohan mereka terhadap agama ini. Sesungguhnya Allah menyuruh kita untuk ikhtiar (berusaha) kemudian barulah bertawakkal kepada Allah seperti apa yang difirmankan oleh Allah SWT diatas, tidak seperti mereka kalangan firqah tabligh.

12. Sebagian aliran Sufi meyakini adanya wihdatul wujud (menyatunya hamba kepada Allah)

Sehingga tidak berbeda antara pencipta dan makhluk dan semua makhluk bisa menjadi sesembahan. Hal ini dikatakan oleh Ibnu Arabi (tokoh sufi) yang dikubur di Damsyiq, dia mengatakan :
Hamba ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah hamba
Wahai siapa yang dibebani (ibadah) ?
Jika saya katakan saya adalah hamba itu betul.
Dan jika saya katakan saya adalah Tuhan, maka bagaimana akan dibebani ?
(Al-Futtuhat al Makiyyah, Ibnu Arabi)

Ini adalah kesyirikan yang Akbar yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Bagaimana seorang manusia mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan, yang berikutnya ia mengatakan bahwa ia terbebas dari kewajiban ibadah (karena ia sudah berkedudukan sebagai Tuhan ) ?

13. Sufiyyah berdo’a kepada selain Allah yaitu kepada Nabi, para Wali yang hidup dan yang telah mati.

Mereka mengucapkan : “Yaa Jailani!, Yaa Rifa’i!, dan Yaa Rasulullah!”, sebagai tujuan istighatsah dan memohon pertolongan atau dengan ucapan, “Yaa Rasulullah! Engkaulah tempat bersandar.”

Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika engkau berbuat yang demikian itu maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang zhalim(musyrik).”(Yunus :106)

Rasulullah SAW telah bersabda :
“Doa itu adalah ibadah.” (HR Tirmidzi dengan sanad hasan shahih)
Maka do’a itu adalah ibadah seperti halnya shalat yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah, sekalipun kepada Rasul dan para Nabi. Karena hal itu termasuk perbuatan syirik besar yang dapat menghapus amal baiknya di dunia dan menjadikan pelakunya kekal dineraka (kafir).

Demikian pula yang kita lihat dikitab-kitab rujukan mereka yang mereka memuji para syaikh mereka pada tingkat pujian yang sampai kepada perbuatan syirik. Namun sayangnya syair-syair dalam bahasa arab yang biasa mereka bacakan dari kitab-kitab tersebut tidak dipahami oleh kaum muslimin pada umumnya karena keterbatasan mereka untuk memahami bahasa arab dan jauhnya mereka dari ulama ahlus sunnah, sehingga merekapun tertipu olehnya.

14. Aliran Sufi memberikan kedudukan ihsan kepada Syaikh-Syaikh mereka

Dan meminta kepada pengikut-pengikutnya untuk menggambarkan (membayangkan) syaikh-syaikh mereka itu ketika berdzikir kepada Allah, bahkan dalam shalat mereka sekalipun. Aku (Syaikh Jamil Zainu) pernah melihat seorang dari mereka meletakkan gambar syaikhnya dihadapannya ketika shalat.

Sedangkan Rasulullah SAW bersabda :
“Al-Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia melihat-Mu.” (HR. Muslim)

15. Aliran Sufi mengatakan bahwa beribadah kepada Allah itu jangan takut neraka-Nya atau mengharap surga-Nya

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Rabi’ah al-‘Adawiyyah (salah seorang tokoh sufi wanita, yang pekerjaannya adalah sebagai biduwanita):
“Ya Allah ! Jika aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu maka tenggelamkanlah aku didalamnya,
Dan jika aku beribadah kepada-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku darinya.”
(Dan perkataan ini pernah diucapkan oleh presenter pada saat kita melakukan Team Building di Cibubur)

Dan saya juga pernah mendengar pengikut aliran sufi menyanyikan perkataan Abdul Ghani an-Nabilisy :
“Barangsiapa beribadah karena takut neraka Allah, berarti dia penyembah api.
Dan barangsiapa yang beribadah karena menginginkan surga berarti dia penyembah berhala.”

Sementara Allah SWT memuji para Nabi yang mereka itu berdo’a untuk mendapatkan surga Allah dan takut dengan neraka-Nya. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya mereka adalah orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas.” (Al-Ambiyaa’:90)
Maksudnya, mereka sangat berharap dengan surga Allah dan takut pada siksa (neraka) Allah. Allah menerangkan kepada Rasul-Nya :
“Katakanlah : Sesungguhnya aku takut akan azab yang besar (hari kiamat) jika kamu mendurhakai Tuhan-ku.” (Al-An’am : 15)

Rasulullah SAW saja, yang orang paling bertaqwa dibawah kolong langit ini pun dalam keadaan takut akan adzab Allah. Begitupula Beliau SAW sering berdoa diakhir shalatnya : Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari siksa kubur, dan dari siksa jahannam…. (HR. Bukhari & Muslim)

16. Aliran Sufi suka bermain musik yang mereka namakan dengan gambus dalam dzikir

Ini sesungguhnya adalah seruling-seruling syaithan. Sungguh Abu Bakar Ash-Shidiq ra. pernah masuk dirumah Aisyah ra. dan disana ada dua anak perempuan kecil yang sedang bermain rebana, maka berkata Abu Bakar ra. : Ini adalah seruling-seruling syaithan, ini adalah seruling syaithan. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Bakar ra. : Biarkan mereka wahai Abu Bakar! Karena keduanya sedang merayakan hari raya. (HR. Bukhari dengan lafadz yang berbeda)

Darti hadits diatas Rasulullah SAW mengakui perkataan Abu Bakar ra. tanpa membantahnya (menyebut seruling syaithan) tetapi hanya karena pada saat itu sedang hari raya dan pelakunya adalah anak perempuan kecil maka dibolehkan.

Dan tidak ada dalil bahwa para sahabat dan tabiin, mereka itu bermain rebana (gambus) dalam berdzikir. Bahkan ini adaah perbuatan bidah yang dibuat oleh orang-orang sufi yang semua ini telah diperingatkan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya:
Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka tertolak. (HR. Bukhari dan Muslim).

17. Aliran Sufi membolehkan menari, bermain musik dan mengeraskan suara ketika berzikir

Kita dapat menyaksikan pengikut aliran sufi itu berdzikir dengan lafadz Allah saja dan pada akhirnya berdzikir dengan lafadz Hu (Dia) saja.
Padahal Rasulullah SAW bersabda :
“Dzikir yang paling utama adalah Laa Ilaaha Illallah (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan shahih). Jadi, tidak dengan Allah dan Hu saja.

Di dalam berdzikir mereka mengangkat suaranya dengan keras dan bersamaan (koor/berjama’ah),
Padahal berdo’a seperti itu terlarang berdasarkan firman Allah SWT :
“Berdo’alah kepada Tuhan-mu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raaf : 55)
Maksudnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan dalam berdo’a dengan terlalu cepat dan dengan suara yang keras. (lihat tafsir Jalalain Imam Suyuthi).

Rasulullah SAW pernah mendengar para shahabat meninggikan suaranya dalam berdzikir, maka Beliau SAW bersabda kepada mereka :
“Wahai manusia ! rendahkanlah suaramu, sesungguhnya kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan tidak ada, tetapi kalian berdo’a kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat dan Allah senantiasa bersamamu.” (HR. Muslim)
Allah bersamamu dengan Pendengaran dan Ilmu-Nya dan Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.

Demikianlah yang kita lihat dijaman kita ini, dimana orang berdzikir dengan cara koor (bersama-sama) dan mengeraskan suaranya, bahkan menggunakan pengeras suara dicorong-corong speaker masjid.

18. Aliran Sufi mengaku mempunyai ilmu kasyaf (tersingkapnya segala rahasia-pent.) dan mengetahui yang ghaib

Ini adalah kedustaan yang telah dibantah oleh Allah SWT dengan firman-Nya :
Katakanlah : tidak ada seorangpun dilangit dan dibumi yang mengatahui perkara yang ghaib kecuali Allah. (An-Naml : 65)

Rasulullah SAW bersabda :
Tidak ada yang mengetahui perkara yang ghaib selain Allah. (HR. Thabrani dengan sanad Hasan)

19. Mereka suka menyertai ibadah mereka dengan Siulan dan Tepuk Tangan

Padahal siulan dan bertepuk tangan itu merupakan adat bagi kaum musyrikin dan ibadahnya mereka. Allah SWT berfirman :
Maka shalat mereka (kaum musyrikin) disekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfaal : 35)
Al-Mukaa pada ayat ini adalah siulan dan At-Tashdiyah adalah tepuk tangan.


20. Aliran sufi beranggapan bahwa manusia bisa melihat Allah di dunia

Namun Al-Quran mendustakannya lewat lisan Nabi Musa as.:
…Berkata Musa : Ya Tuhanku ! Tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar dapat melihat kepada-Mu. Dia berkat : Engkau tidak akan dapat melihat-Ku (didunia). (Al-Araaf : 143)
Al-Ghazali (seorang tokoh sufi) telah menyebutkan daam kitabnya Ihya Ulumuddin (kitab terkenalnya) dalam bab Hikayatul Muhibbin wa Mukasyafatuhum,Pada suatu hari berkata Abu Turab :Coba sekiranya engkau melihat Abu Yazid, maka berkatalah temannya :Sesungguhnya aku tida butuh itu, sungguh au telah melihat Allah Taala sehingga mencukupi bagiku daripada melihat Abu Yazid. Berkata Abu Turab :Celakalah kamu ! Kamu telah tertipu dengan melihat Allah ! Sekiranya kamu melihat Abu Yazid (Al-Busthomi, tokoh sufi-pent.) sekali saja, itu lebih bermanfaat bagi kamu daripada melihat Allah 70 kali.
Kemudian berkata Al-Ghazali :Maka hendaknya orang mukmin tida mengingkari mukasyafah seoperti ini.
Saya (Syaikh Jamil Zainu) berkata :Bahkan wajib atas kaum mukminin untuk mengingkarinya karena ini adalah kedustaan dan kekufuran, menyelisihi Al-Quran, Hadits dan akal.

21. Aliran Sufi meyakini bahwa mereka itu mengambil ilmu dari Allah SWT secara langsung tanpa perantara Rasulullah SAW

Seperti apa yang dikatakan Ibnu Arabi (seorang tokoh besar sufi yang dikubur di Damaskus) dalam kitabnya Al-Fushush :Maa diantara kita ada khalifah dari Rasulullah yang mengambil hukum dari beliau SAW atau dari ijtihad yangtelah dikatakan oleh beliau SAW, dan diantara kami ada orang yang mengambil hukum langsung dari Allah maka ia adalah khalifah Allah !

Saya (Syaikh Jamil Zainu) katakan :Ini adalah ucapan yang batil, menyelisihi Al-Quran yang mengandung dalil bahwa Allah SWT mengutus Nabi SAW untuk menyampaikan Islam / Risalah kepada ummat manusia. Allah SWT berfirman :
Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Allah kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah : 67)

Tidak mungkin seseorang mengambil ilmu langsung dari Allah SWT, itu kedustaan yang dibuat-buat.

22. Aliran sufi sering bepergian / ziarah ke kuburan-kuburan untuk memohon berkah dari penghuninya, thawaf atau berkurban kepadanya.

Muslim meriwayatkan dari Jundab bin Abdullah, katanya :Aku mendengar Nabi SAW lima hari sebelum wafatnya bersabda : ….Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya ummat-ummat sebelum kamu telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menja